JAKARTA (HR)- Memang sih, potret ekonomi nasional hingga semester I masih buram. Tapi, ada secercah harapan mendatangi industri perbankan, khususnya segmen bisnis konsumer. Harapan ini dilemparkan Bank Indonesia (BI).
Otoritas perbankan itu baru saja merilis beleid pelonggaran porsi pembiayaan bank atau loan to value (LTV) bagi kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB). Sebagai contoh, LTV KPR pembelian rumah pertama naik dari 70 persen menjadi sebesar 80 persen.
Dengan kata lain, uang muka kredit minimal 20 persen, lebih longgar ketimbang aturan sebelumnya minimal 30 persen. Aturan ini berlaku efektif sejak 18 Juni 2015. Penerbitan beleid baru LTV sontak memacu semangat bankir.
Misalnya saja Bank International Indonesia (BII). Meski perlambatan pertumbuhan masih ekonomi nasional masih membayangi, BII menaruh harapan besar terhadap pertumbuhan KPR pasca penerapan aturan LTV.
Proyeksi BII, pertumbuhan KPR pada semester II tahun ini bakal lebih tinggi ketimbang paruh pertama tahun ini. "Kami berharap ada peningkatan," terang Lani Darmawan, Direktur Ritel BII, kemarin.
Kendati percaya diri bisa memacu pertumbuhan, BII bakal lebih selektif dalam menjaring nasabah KPR. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan peningkatan kredit macet.
Lani menuturkan, BII bakal fokus menggarap pasar primer. Caranya, bekerjasama lebih erat dengan developer atau pengembang perumahan. BII pun menyasar harga rumah kelas menengah atau mulai dari Rp500 juta.
Tony Tardjo, Head of Consumer Lending Bank CIMB Niaga juga optimistis memacu pertumbuhan KPR di semester II. Bank milik investor Malaysia ini membidik target pertumbuhan bisnis KPR sebesar 12 persen di tahun ini.
Bagi Bank Central Asia (BCA), pelonggaran uang muka KPR dapat membantu mencapai target pertumbuhan KPR yang mereka canangkan yakni sebesar 10 persen di tahun ini. Felicia Mathelda Simon, Kepala Divisi Konsumer BCA menilai, relaksasi aturan uang muka KPR bakal berdampak positif bagi pembeli rumah pertama.(kon/ara)