BENGKALIS (HR)-Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa Kabupaten Bengkalis sejak beberapa bulan yang lalu gencar melakukan sosialisasi tentang pembentukan Badan Usaha Milik Desa.
Hal itu sebagai amanah dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar yang menyebutkan setiap desa wajib memiliki BUMDes sesuai potensi daerah masing-masing.
Demikian disampaikan Kepala BPMPD Bengkalis Ismail melalui Kepala Bidang (Kabid) Usaha Ekonomi Masyarakat Asnurial , Kamis (25/6). Dijelaskan, keberadaan BUMDes adalah amanah dari Undang Undang Desa No 6 Tahun 2014. Undang Undang Desa, ini menjadi payung hukum bagi pendirian BUMDes sebagai pelaku ekonomi untuk mengelola potensi desa secara kolektif guna meningkatkan kesejahteraan desa dan warganya.
“Sebelum lahirnya UU Desa, istilah BUMDes ini sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 dan rinciannya teknisnya melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No 39 Tahun 2010. Namun sampai saat ini, hanya sedikit desa di Indonesia yang memiliki potensi ekonomi mampu mendirikan BUMDes. Kalaupun ada desa yang menjalankan dengan prinsip dan tujuannya sama, namun nama kegiatan/usahanya berbeda-beda. Misalnya, seperti di daerah kita Kabupaten Bengkalis melalui UED/K - SP, namun dengan berdirnya BUMDes nanti, UED/K – SP dapat menjadi bagian dari usaha BUMDes,” papar Asnurial.
Untuk itulah lanjut Asnurial, BPMPD Kabupaten Bengkalis melakukan sosialisasi di 8 kecamatan untuk mendorong seluruh desa secepat mungkin membentuk BUMDes dengan tujuan mengelola potensi usaha yang ada.
“Pendirian BUMDes ini sebagai wadah usaha bagi desa, memiliki semangat kemandirian, kebersamaan dan kegotong-royongan antara Pemerintah Desa dan masyarakat untuk mengembangkan aset-aset lokal dalam memberikan pelayanan dan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan desa,” tandasnya.
Dikatakan Asnurial, secara substansial, di dalam UU No 6 tahun 2014 tentang Desa sudah sangat jelas ditegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten, Provinsi maupun Pusat berkewajiban untuk mendorong desa sebagai subjek pembangunan, bukan lagi sebagai objek pembangunan. Dengan adanya dorongan ataupun dukungan dimaksud, maka keberadaan BUMDes menjadi sebuah lembaga yang dapat memunculkan sentra-sentra ekonomi di desa dengan semangat ekonomi kolektif akan tumbuh dan berkembang sesuai harapan. Maju dan berkembangnya suatu BUMDes tentunya tidak bisa mengabaikan keberpihakan dari Pemerintah Kabupaten, Provinsi maupun Pusat.
“Jika saja BUMDes nantinya bisa berjalan dan memberikan manfaat bagi warga desa, maka urbanisasi yang selama ini terjadi secara otomatis pun akan berhenti dengan sendirinya. Desa pun tidak lagi sepi dan kota-kota pun tidak lagi ramai di datangi warga yang sering ditengarai menimbulkan masalah,” kata Asnurial.
Lebih lanjut dipaparkannya bahwa di dalam UU Desa pasal 87 ayat 3 jelas disebutkan, ruang usaha yang bisa dilakukan BUMDes adalah menjalankan usaha bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum.
Artinya, BUMDes dapat menjalankan pelbagai usaha, mulai dari pelayanan jasa, keuangan mikro, perdagangan, dan pengembangan ekonomi termasuk UED-SP dan lainnya. Misalnya, BUMDes bisa membentuk unit usaha keuangan mikro atau sejenis Credit Union dengan mengacu pada aturan hukum yang berlaku.
“Setiap BUMDes bisa menjalankannya usahanya sesuai kemampuan modal dan ketersediaan Sumber Daya Manusia yang dimiliki. Bisa dijalankan hanya satu kegiatan usaha, tetapi bisa juga merupakan gabungan dari kegiatan usaha. Dan jika masyarakat desa lebih kreatif, bisa juga dengan cara mengumpulkan modal bersama untuk dijalankan melalui pasar saham/bursa atau menjalankan usaha produktif lainnya,” tutup Asnurial. (man)