SUNGAI APIT (HR)- Kasus jual beli lahan fiktif seluas 200 Hektare, yang diduga dilakukan oleh oknum Kepala Kampung Tanjung Kuras Kecamatan Sungai Apit, Badaruddin, akhirnya memasuki tahap II di Mapolda Riau. Kasus ini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Pekanbaru.
Oknum penghulu yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka tersebut, diduga melakukan jual beli lahan fiktif di wilayah Kecamatan Sungai Apit. Akibatnya pembeli mengalami kerugian hingga mencapai milyaran rupiah.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo menyebutkan, berkas perkara tersangka sudah dilimpahkan Direktorat Reserse Kriminal Umum ke Kejari Pekanbaru, meskipun kasus ini terjadi di wilayah hukum Kabupaten Siak.
"Kasus Badaruddin ini, sudah dilimpahkan oleh Dir Reskrimum ke Kejari Pekanbaru pada tanggal 8 Juni 2015 yang lalu, meski kasus ini terjadi di wilayah hukum Kabupaten Siak. Saat ini sudah memasuki tahap II dengan penetapan tersangka, pelaku tindak penipuan," terang Guntur, Jumat (19/6) kemarin.
Alasannya, hasil penyidikan diketahui kalau tersangka Badaruddin melakukan transaksi dan penyerahan uang di Pekanbaru, atas lahan yang ia perjualbelikan seluas 200 hektare, di wilayah Kampung Tanjung Kuras Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak. Korbannya adalah Edi Johan yang berniat membeli lahan untuk pembibitan kebun sawit.
Dijelaskan Kabid Humas Polda Riau, kronologis kejadian bermula saat korban berniat membeli lahan untuk pembibitan lahan sawit kepada tersangka Badaruddin. Setelah terjalin komunikasi akhirnya tersangka menyanggupi menyediakan lahan seluas 200 hektare. Setelah korban menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar untuk pembayaran lahan yang dimaksud, korban justru diusir saat hendak menggarap lahan tersebut.
Kemudian korban melaporkan kasus ini ke Mapolda Riau pada 4 Desember 2014 lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan dan penyidikan selama lebih kurang 6 bulan, akhirnya kasus ini terungkap. Badaruddin terbukti telah melakukan penipuan dengan memperjualbelikan lahan fiktif kepada korban. Sesuai ketentuan yang berlaku, tersangka akhirnya dijerat dengan Pasal 378 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara. (gin)