Pekanbaru (HR)-Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Riau menyatakan penemuan uang rupiah tidak asli di daerah tersebut mengalami peningkatan pada triwulan I/2015 dibandingkan periode sebelumnya, dengan total mencapai 123 lembar.
"Terjadi peningkatan sedikit mengenai penemuan uang rupiah tidak asli pada triwulan I/2015," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Riau Mahdi Muhammad, kepada Jumat (12/6).
Pada triwulan I/2015, lanjutnya, terdapat penemuan 123 lembar uang palsu yang terdiri dari 75 lembar menyerupai pecahan Rp100.000, 43 lembar menyerupai pecahan Rp50.000, tiga lembar menyerupai pecahan Rp20.000, dan dua lembar menyerupai pecahan Rp5.000.
"Penemuan tersebut berdasarkan atas permintaan klarifikasi dari perbankan dan masyarakat serta setoran dari bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau," katanya.
Temuan uang palsu tersebut bisa saja meningkat karena penggunaan uang kartal atau fisik di Riau masih relatif tinggi. Selain itu, potensi peredaran uang rupiah tidak asli bisa meningkat saat adanya Pemilihan Umum Kepala Daerah serentak pada Desember 2015, karena pada momen politik tersebut permintaan uang cenderung tinggi.
Ia mengatakan BI terus melakukan upaya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah. Kantor Perwakilan BI Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat termasuk kalangan perbankan melalui penerapan prinsip 3D (Dilihat, Diraba,Diterawang).
"Dengan adanya sosialisasi ciri keaslian uang rupiah, masyarakat diharapkan terhindar dari penyebaran uang rupiah tidak asli," ujarnya.
Selain itu, BI juga terus mensosialisasikan kepada masyarakat untuk beralih menggunakan transaksi non-tunai yang relatif lebih aman. Namun, pada triwulan I/2015 transaksi pembayaran non-tunai mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Penurunan transaksi non-tunai di Riau pada awal tahun sesuai dengan pola triwulanannya, dimana pada triwulan tersebut realisasi anggaran masih minim dan tidak terdapat acara besar yang berpotensi untuk mendorong peningkatan transaksi non-tunai.
Transaksi pembayaran dengan kliring pada triwulan I/2015 tercatat menurun baik dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Nilai transaksi kliring tercatat sebesar Rp7,88 triliun dengan volume transaksi mencapai 254.005 lembar.
"Jumlahnya menurun dibandingkan dengan triwulan IV/2014 yang nilainya tercatat sebesar Rp8,44 triliun dengan volume transaksi 274.715 lembar," katanya.
Meskipun terdapat penurunan nominal transaksi, namun ia mengatakan nilai rata-rata transaksi per warkat tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari Rp30,72 juta menjadi sebesar Rp31,03 juta per warkat.
Selain itu, transaksi RTGS (Real Time Gross Settlement) pada triwulan I/2015 di Riau mencapai Rp98,88 triliun, menurun sebesar 5,03 persen dari triwulan IV/2014 (qtq) yang tercatat sebesar Rp104,12 triliun.
"Seiring dengan penurunan nilai transaksi, penggunaan warkat untuk transaksi RTGS juga ikut mengalami penurunan sebesar 39,85 persen qtq menjadi 31.327 warkat," katanya.
Penurunan nilai transaksi RTGS yang lebih rendah dari total volume transaksi RTGS, rasio transaksi RTGS pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan dari Rp2 miliar per warkat menjadi Rp3,16 miliar per warkat. Kota Pekanbaru masih merupakan kota dengan transaksi RTGS tertinggi di Provinsi Riau, yaitu sebesar Rp79,79 triliun, atau mencapai 80,69 persen dari keseluruhan transaksi RTGS di Riau.
"Tingginya aktifitas RTGS di Kota Pekanbaru mengindikasikan bahwa pusat kegiatan bisnis di Provinsi Riau belum bergeser dari Kota Pekanbaru," ujarnya.
Selain di Kota Pekanbaru, jumlah transaksi RTGS di Kota Dumai juga relatif tinggi, yaitu mencapai Rp1,6 triliun atau sebesar 1,62 persen dari total transaksi RTGS di Riau. Hal ini sejalan dengan banyaknya perusahaan berskala besar di kota tersebut dan telah banyak menggunakan transaksi non-tunai. Kabupaten Kuantan Singingi dan Rokan Hulu merupakan dua daerah dengan aktifitas RTGS terendah di Provinsi Riau.
Daerah Kuantan Singingi mencatatkan transaksi RTGS sebesar Rp4 miliar dengan volume sebanyak sembilan warkat. Sementara Kabupaten Rokan Hulu hanya mencatatkan transaksi RTGS sebesar Rp12 miliar dengan jumlah warkat hanya sebanyak 47 lembar.
"Masih belum optimalnya kegiatan non-tunai dan kegiatan perekonomian di daerah tersebut mengakibatkan jumlah transaksi tidak setinggi kabupaten/kota lainnya," ujarnya.(ant/yuk)