JAKARTA (HR)-Kebijakan pemerintah melaksanakan program Dana Desa, mendapat perhatian serius dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasalnya, program itu dinilai sangat rawan dengan praktik korupsi, jika tidak diawasi dengan maksimal.
Kebijakan pemerintah menerapkan program Dana Desa tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Untuk program ini, telah dianggarkan dana sebesar Rp20,7 triliun untuk 74.093 desa. Dana tersebut berasal dari APBN Perubahan tahun 2015. Untuk tahap pertama pada April kemarin, dana yang digelontorkan mencapai Rp898 miliar yang ditujukan untuk 63 kabupaten.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Johan Budi, pihaknya telah melakukan kajian terhadap pengelolaan dan alokasi Dana Desa untuk tahun anggaran 2015. Dari kajian itu, pihaknya menilai program itu akan sangat rawan korupsi jika tidak disertai pengawasan yang ketat.
"Kalau pengawasan itu tidak efektif, maka bisa timbul korupsi, ketemulah kita untuk cari solusi dalam bentuk action plan," ujarnya, di Gedung KPK, Jumat (12/6) malam.
Menurut Johan, salah satu temuan KPK adalah di bidang pengawasan. Pasalnya, setiap desa yang menerima kucuran dana, belum membuat sistem yang terintegrasi.
"Pengelolaan dana keuangan daerah oleh inspektorat bisa kurang efektif karena sistem belum terbentuk. Kemudian, bagaimana kalau ada pengaduan masyarakat, salurannya ke mana? Itu yang mau kita selesaikan," ungkapnya.
Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, pihaknya menemukan 14 potensi penyelewengan dalam pengelolaan Dana Desa tersebut. Potensi itu ditemukan pada empat aspek, yakni regulasi dan kelembagaan, tata laksana, pengawasan dan sumber daya manusia.
Ditambahkannya, potensi masalah pada aspek regulasi dan kelembagaan, antara lain karena belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa.
Selain itu, ada potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri. Selain itu, formula pembagian Dana Desa dalam PP No 22 Tahun 2015 dinilai tidak cukup transparan dan hanya didasarkan atas dasar pemerataan.
“Persoalan yang cukup mencolok, adalah formula pembagian dana desa yang berubah disebabkan dari PP No 60 tahun 2014 menjadi PP No 22 tahun 2015. Pada Pasal 11 PP No 60 tahun 2014 formulasi penentuan besaran dana desa per kabupaten/kota cukup transparan dengan mencantumkan bobot pada setiap variabel, sementara pada Pasal 11 PP No 22 tahun 2015, formula pembagian dihitung berdasarkan jumlah desa, dengan bobot sebesar 90 persen dan hanya 10 persen yang dihitung dengan menggunakan formula jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis,” tuturnya lagi.
Sebagai ilustrasi, lanjutnya, bila mengikuti formula PP Nomor 60 Tahun 2014, Desa A yang memiliki 21 dusun dengan luas 7,5 km persegi akan mendapatkan dana desa sebesar Rp437 juta. Sedangkan Desa B yang memiliki tiga dusun dan luas 1,5 km persegi mendapatkan sebesar Rp41 juta.
“Namun, dengan peraturan yang baru, PP No 22 Tahun 2015, Desa A mendapatkan Rp312 juta dan Desa B mendapatkan Rp263 juta,” paparnya.
Sedangkan pada aspek pengawasan, terdapat tiga potensi persoalan, yakni efektivitas Inspektorat Daerah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa masih rendah, saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah dan ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh camat belum jelas.
“Lalu pada aspek sumber daya manusia, terdapat potensi persoalan, yakni tenaga pendamping berpotensi melakukan korupsi memanfaatkan lemahnya aparat desa. Hal ini berkaca pada program sejenis sebelumnya, PNPM Perdesaan, di mana tenaga pendamping yang seharusnya berfungsi membantu masyarakat dan aparat desa, justru melakukan korupsi dan kecurangan,” urainya.
Apresiasi
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Mardiasmo menambahkan, pihaknya telah menerima hasil kajian yang telah dilakukan KPK terkait pengelolaan dan alokasi Dana Desa tersebut. Menurutnya, pemerintah sangat mengapresiasi langkah dari KPK dalam melakukan kajian ini.
"Pemerintah apresiasi kepada KPK yang telah berikan maping kondisi riil di lapangan dan potensi permasalahan, apabila kalau tidak ada antisipasi," ungkapnya.
Mardiasmo menjelaskan, bahwa hingga saat ini pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah berhasil mengalokasikan 35 persen dari 40 persen dana desa sebesar Rp20,7 triliun pada tahap pertama ini.
"40 persen pertama sudah terealisir 35 persen, jadi kurang lima persen itu karena bupati belum buat aturan alokasi per desanya. Kami sudah menunggu surat dan kami minta bantu ingatkan bupati tersebut," tukasnya. (bbs, okz, kom, dtc, ral, yuk, sis)