PEKANBARU (HR)-Untuk kedua kalinya, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Pekanbaru, belum juga rampung menyusun amar tuntutan, terkait kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) dengan terdakwa Ahmad Mahbub alias A Bob dan kawan-kawan.
Akibatnya, lima terdakwa yang diduga sebagai mafia migas ini dikhawatirkan akan bebas murni karena masa penahanannya akan berakhir pada 23 Juni 2015 mendatang.Untuk diketahui, pada sidang sebelumnya jaksa penuntut umum (JPU) telah meminta waktu kepada majelis hakim yang diketuai Achmad Setyo Pudjoharsoyo untuk membacakan amar tuntutannya pada sidang yang digelar Senin (8/6) kemarin. Ketika itu, JPU mengakui berkas tuntutan belum rampung .
Namun meski telah diberi waktu, JPU juga tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik dengan merampungkan amar tuntutannya."Seharusnya dibacakan hari ini yang mulia. Karena berkasnya belum selesai, bisakah kami meminta waktu lagi," ujar JPU Abdul Farid.
Menanggapi hal itu, majelis hakim hanya bisa menggelengkan kepala. "Perlu jaksa ketahui, lima terdakwa ini ada yang masa tahanannya habis pada 23 Juni dan ada 25 Juni. Melihat rentang waktu, ini sangat mepet sekali. Artinya dengan begini, perkara ini mepet bukan karena majelis hakim, tapi karena kendala yang dihadapi JPU. Hal itu sudah dimulai sewaktu menghadirkan saksi-saki," tegas Pudjo.
Meski begitu, majelis hakim tetap memberi waktu ke JPU untuk menyelesaikan berkas tuntutan, walaupun satu hari. Artinya pada Selasa (9/6), JPU sudah wajib membacakan amar tuntutan. "Besok tidak ada pilihan lain. Karena terdakwa juga harus diberi kesempatan membacakan pembelaan. Itu sudah diatur oleh undang undang. Apalagi saudara (JPU, red) sudah tiga kali diberi kesempatan menyusun dakwaan," lanjut Pudjo.
Dalam kesempatan tersebut, Pudjo kembali mengingatkan JPU agar perkara ini tidak melampaui batas kewenangan pihaknya. Hal itu berkaitan dengan masa tahanan yang hampir dekat, sehingga terdakwa bisa bebas demi hukum. "Selasa besok (hari ini, red) harus sudah putus. Kalau sangat darurat harus pada tanggal 17 Juni Besok, siap tidak siap itu tanggung jawab kejaksaan," pungkas Pudjo.
Dalam kasus ini, JPU dari Kejaksaan Agung dan Kejari Pekanbaru memang selalu berulah. Hal itu dimulai dari tidak kemampuan JPU menghadirkan saksi, sebagaimana jadwal yang diberikan hakim.
Pantauan di pengadilan, kasus ini selalu ditunda dengan alasan JPU tidak menghadirkan saksi, barang bukti yang tidak dihadirkan ke persidangan, hingga sikap 'jam karet' dari JPU.
Terkahir, JPU malah mengibarkan bendera putih karena tak bisa menghadirkan saksi kunci kasus ini, Antonius Manulang. JPU beralasan tidak mau berhadapan dengan militer, karena Antonius tengah diperkarakan di Mahkamah Militer.
Sebelumnya, para terdakwa disebut melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil kencing BBM di Perairan Selat Malaka. BBM tersebut kemudian dibawa ke beberapa lokasi di Riau dan disalin ke beberapa kapal.
Selanjutnya, BBM itu dijual kepada pengusaha domestik dan luar negeri, seperti Malaysia dan Singapura. Hasilnya ditransfer ke rekening Niwen. Hasil penjualan yang mencapai Rp1,2 triliun itu kemudian dijadikan sebagai modal usaha. Du Nun sebagai salah seorang terdakwa, diketahui dan dikenal sebagai raja ruko di Bengkalis.
Du Nun juga didakwa mempunyai beberapa bidang tanah di Bengkalis, pelabuhan tak resmi sebagai penyalur minyak A Bob, kos-kosan dan usaha lainnya. (dod)