SELATPANJANG (HR)- Industri perkayuan di Kepulauan Meranti sejak beberapa tahun lalu telah tiarap alias tutup. Tutupnya kilang gergajian itu akibat sulitnya mendapatkan bahan baku kayu bulat.
Kalau sebelumnya kayu bulat diharapkan bisa dipasok dari perusahaan sekitar, namun itu berlangsung hanya beberapa saat saja. Akhirnya industri yang padat karya itu harus gulung tikar.
Dan berhentinya kilang gergajian itu berdampak buruk bagi para pekerja dan juga terhadap kebutuhan papan atau kayu untuk keperluan pembangunan rumah penduduk menjadi lebih sulit.
Demikian diungkapkan Saimin, salah seorang warga Kelurahan Selatpanjang Barat kepada Haluan Riau di Selatpanjang Jumat kemarin.
Menurutnya, pemerintah hendaknya mencari solusi guna mengatasi kesulitan masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan mendasar terhadap papan itu.
Yang ada saat ini hanya hasil gergajian warga yang dikerjakan secara manual itu. Dan harganyapun semakin tidak terjangkau masyarakat lagi,”katanya.
Kalau selama ini harga papan satu tan hanya berkisar Rp1.400.000-1.500.000 / tan. Belakangan harga itu sudah mendekati Rp4 juta. Itupun kian sulit didapatkan.
Akibatnya warga sangat kesulitan untuk mendapatkannya, sementara membangun rumah dengan menggunakan batu, juga terlalu mahal untuk ukuran warga miskin.
“Inilah kesulitan yang dialami masyarakat saat ini, dan diharapkan ada perhatian pemerintah daerah sehingga ada jalan keluarnya,”harap Saimin.
“Kesulitan bahan baku kayu itu sangat berpengaruh pada harga jual produk. Yang akhirnya juga menempatkan masyarakat pada posisi sulit,”ungkapnya lagi.
Selain kebutuhan untuk membangun rumah, kelangkaan kayu tersebut juga dialami pengrajin tangan untuk perabotan rumah tangga.
Tanpa adanya dukungan pemerintah daerah terhadap kesulitan atas kebutuhan papan ini, maka masyarakat Meranti akan semakin sulit membangun rumah, dan juga untuk mendapatkan perlengkapan perabotan rumah tangga,”sebutnya lagi.(jos)