Susitainable Development sebuah proyek masa depan yang ambigu? Tidaklah sempurna membincangkan sustainable development sebelum menjelaskan paradigma developmentalisme yang melatarbelakanginya. Istilah pembangunan, pada hakikatnya merupakan cerminan proses terjadinya perubahan sosial suatu masyarakat, tanpa mengabaikan keragamaan kebutuhan dasar dan keinginaan individual maupun kelompok sosial atau institusi yang ada di dalamnya untuk mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik.
Dengan zaman yang terus bergerak dan segi-segi kehidupan yang makin bergeser, pola konsumsi masyarakat yang semakin konsumtif menjadikan alam semakin tercemar. Rusak parahnya ekosistem yang ada di semesta ini merupakan manifestasi dari kesalahan-kesalahan fundamental-filosofis manusia dalam mengelola alam dan hubungannya dengan ekosistem. Kekeliruan yang berlanjut pada kesalahan ini menimbulkan perilaku yang yang semakin membabi buta dalam memandang alam dan keliru dalam konteks alam semesta seluruhnya. Kira-kira, hal ini lah yang menjadi awal bencana lingkungan yang dialami oleh manusia saat ini.
Pada saat, krisis terhadap semesta semakin meluas dan semakin tak terkendalikan lagi oleh ulah tangan manusia, maka diskursus tentang back to basic menjadi semakin menguat dan terus dikampanyekan ke seluruh komunitas di seluruh dunia. Ideologi sustainable developmentalisme pun disiapkan sebagai alternatif dari masalah fatal yang dilakukan oleh manusia tersebut.
Istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah proses pembangunan yang mencakup tidak hanya wilayah lahan, desa ataupun kota tetapi juga semua unsur, bisnis, masyarakat, dan sebagainya. Yang memiliki prinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi di masa yang akan datang.
Idealnya, pembangunan berkelanjutan harus dipahami sebagai etika politik pembangunan, yaitu sebuah komitmen moral tentang bagaimana seharusnya pembangunan itu diorganisir dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Secara singkat dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembangunan Berkelanjutan memiliki prinsip pentingnya lingkungan hidup dalam pembangunan yang dilakukan oleh manusia.
Hadirnya wacana sustainable development sebetulnya counter terhadap ideologi developmantalisme, akan tetapi dalam perkembangannya, negara-negara di dunia mengalami kondisi yang tidak dapat dihindarkan yakni persoalan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Desakan terhadap pertumbuhan ekonomi inilah yang sulit dihindari sehingga memaksa negara-negara di dunia untuk tetap mempertahankan developmentalisme sebagai sebuah pilihan kebijakan dan menegasikan sustainable development sebagai konsep arif serta bijaksana dalam pengelolaan alam dan pemanfaatan alam secara baik dan benar. Dalam artian bahwa, Paradigma sustainable development merupakan tawaran normatif terhadap pengelolaan alam dan juga kritik terhadap ideologi pembangunan yang dianggap gagal dalam mengelola semesta alam .
Secara normatif, paradigma sustainable development menawarkan kepada masyarakat untuk meninggalkan sikap yang menjadikan ekonomi sebagai tujuan utama pembangunan. Paradigma ini mendesak agar masyarakat memberikan perhatian sama besarnya bagi pembangunan sosial budaya dan lingkungan hidup.
Walaupun pembangunan berkelanjutan diterima sebagai sebuah agenda politik pembangunan untuk semua negara di dunia, akan tetapi krisis ekologi terhadap alam semesta terus berlanjut. Kesepakatan-kesepakatan global yang dicapai oleh negara di dunia pada konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Rio de Janeiro hanya menjadi lips service dalam agenda menyelamatkan dunia, padahal dalam prakteknya ideologi developmentalisme tetap diagungkan dan senantiasa dijalankan .
Back to Nature dan Kampanye terhadap Kearifan Tradisional
The sum of the cultural characteristics which the vast majority of a people have in common as a result of their experiences in early life?. Penggalan kalimat yang disampaikan oleh Quaritch Wales ini merupakan cikal bakal menguatnya diskursus mengenai kearifan lokal (local genius) ini kehadapan publik. Kearifan lokal ini diproyeksikan menjadi katalis dan diharapkan mampu menghadapi pengaruh kebudayaan-kebudayaan asing yang datang pada waktu kedua kebudayaan itu saling berhubungan.
Dalam perkembangan waktu, pemahaman mengenai kearifan lokal terus berkembang menjadi luas, dan lokalitas dalam konteks budaya tidak terlokalisir kedalam dimensi yang sempit. Hal inilah yang menjadikan diskursus mengenai kearifan tradisional semakin relevan ditengah goncangan modernisasi dan arus mekanis yang kuat.
Secara etimologis, kata kearifan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna kebijaksanaan; kecendekiaan. Sedangkan kata tradisional mempunyai makna sikap dan cara berpikir serta bertindak yg selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yg ada secara turun-temurun. Jadi kearifan tradisional dapat diartikan sebagai semua bentuk keyakinan, pengetahuan, pemahaman atau wawasan yang menuntun manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis .
Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kearifan tradisional itu bukan hanya soal pengetahuan dan pemahaman masyarakat tertentu terhadap manusia dengan manusia, melainkan pengetahuan dan pemahaman yang memaknai terhadap korelasi antara manusia dengan alam, layaknya terdapat hubungan yang saling membutuhkan karena relasi diantara manusia dan alam terikat kedalam satu kesatuan ekologis.
Menguatnya diskursus mengenai kearifan tradisional ini salah satunya dilatarbelakangi oleh semakin krisisnya hubungan manusia dengan alam, sehingga menjadikan alam semakin kritis dan masa depan ekologis semakin terancam. Oleh sebab itulah kearifan tradisional harus dimaknai sebagai sebuah upaya yang diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi yang membentuk pola perilaku manusia dan hal tersebut di ejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari, baik itu hubungannya dengan manusia dan juga hubungannya dengan alam ghaib.
Dalam konteks kekinian, kearifan tradisional harus semakin diperkuat dan internalisasi nilai-nilainya harus mengakar kuat. Karena, tantangan zaman yang terus berubah, polarisasi modernisasi yang terus tumbuh dan berkembang, lingkungan ekologis yang semakin terancam mengharuskan pemahaman masyarakat terhadap kearifan tradisional harus diperkuat. Dengan memperkuat kearifan tradisional, maka setidaknya masyarakat dapat memperkuat dan semakin meneguhkan nilai-nilai luhur bangsa, karena kearifan tradisional adalah aset bangsa yang ada dilama komunitas masyarakat yang tak ternilai
Dalam konteks kekinian, kearifan tradisional harus semakin diperkuat dan internalisasi nilai-nilainya harus mengakar kuat. Karena, tantangan zaman yang terus berubah, polarisasi modernisasi yang terus tumbuh dan berkembang, lingkungan ekologis yang semakin terancam mengharuskan pemahaman masyarakat terhadap kearifan tradisional harus diperkuat. Dengan memperkuat kearifan tradisional, maka setidaknya masyarakat dapat memperkuat dan semakin meneguhkan nilai-nilai luhur bangsa, karena kearifan tradisional adalah aset bangsa yang ada dilama komunitas masyarakat yang tak ternilai harganya .(bersambung)
Mahasiswa S3 Ilmu Lingkungan Universitas Riau, Anggota DPRD Provinsi Riau.
(Oleh: Sumiyanti)