BUNGARAYA (HR)- Jalan yang berlumpur dan hancur menuju Kampung 40, RT04/RW02, Dusun Kolam Hijau, Kampung Buantan Besar, Kecamatan Siak itu tidak menghalangi niat anggota DPRD Siak Komisi I Sujarwo mengunjungi anak-anak yang putus sekolah di kampung itu, yang saat ini belajar di bangunan sekolah swadaya masyarakat.
Anggota DPRD ini datang ke sana mengendarai mobil dinas Yamaha gardan 2 dengan nomer polisi BM 8202 S. Tidak lama menjelajah jalan beraspal yang mulus di Kampung Buantan Lestari, mobil pun mulai memasuki Jalan Usaha Tani di Kampung Tuah Indrapura. Jalan tersebut banyak lubang, sehingga mobil bergardan 2 yang dinaiki Sujarwo mau tak mau jalan pelan-pelan. Rombongan anggota Dewan Siak terperangah melihat jalan berlumpur setinggi lutut di hadapan mata yang kiri kanannya ditumbuhi semak dan tanggul parit gambut.
Setelah 3 KM menempuh perjalanan berlumpur itu, mobil gardan dua itu terpuruk, penumpang didalamnya mau tak mau harus turun. Mereka berusaha mendorong mobil tersebut, termasuk Sujarwo. Tak lama kemudian mobilpun bisa naik ke atas, dan anggota dewan tersebut duduk di bak belakang bersama rombongan lainnya.
Tak menunggu lama, sopir pun tancap gas, dan mobilpun seperti kuda lumping (terbang-terbang). Sekitar pukul 10,15 WIB, rombongan mencapai Gapura Kampung 40. Tidak jauh dari gapura, tampak pula plang di dinding rumah bertuliskan Ketua RT02/RW04 Dusun Kolam Hijau, Desa Buantan Besar, Kecamatan Siak.
Itulah rumah Ketua RT, dan rombongan disambut ketua RT dan masyarakat. Mereka diarahkan ke sekolah swadaya masyarakat. Masyarakat tak segan-segan menyampaikan unek-uneknya yang selama ini mereka rasakan selama tinggal di Kampung 40.
Sambil mendengarkan berbagai aduan warga, Sujarwo langsung menuju bangunan satu ruangan itu tidak lebih dari 4 kali 6 meter. Itulah kelas untuk kelas I, II dan III SD. Di depan ruangan, terdapat satu papan tulis reot menggantung. Satu meja guru di pojok kanan, dan 16 meja buatan warga berjejer. Jendela di bagian depan dipagari kawat, tanpa tirai.
Teras tidak dihiasi vas bunga. Di depan halaman sekolah terpancang satu tiang bendara merah putih yang baru saja diperbaharui.
Anak-anak yang belajar di sekolah swadaya hanya beberapa orang saja yang memakai seragam sekolah, yang lainnya mengenakan pakaian biasa dan sebagian pakaian muslim.
Meski sederhana dan seperti gubuk, riuh anak-anak kala disapa anggota Dewan Sujarwo tak kalah semangat.
Sedangkan para orang tua murid berjejer melihat aktivitas belajar mengajar dari balik jendela. "Bagaimana rasanya sekolah sini? Cita-citanya mau jadi apa anak-anak?," tanya Jarwo kepada anak-anak.
Mereka berebutan mengacung tangan hendak menjawab pertanyaan dari anggota Dewan. Ada bercita-cita ingin jadi pramugari, bidan dan guru.
Papan tulis yang reyot dibuat tiga kolom, untuk masing-masing kelas. Maklum, dari kelas I sampai kelas III langsung digabung dengan materi yang berbeda.
Menangapi itu semua, Anggota Dewan Siak Sujarwo akan berusaha melakukan dan memberikan solusi kepada masyarakat disana. Terkait masalah anak-anak yang putus sekolah tersebut memang harus mendapatkan perhatian lebih, karena disamping tempatnya yang kurang memadai juga fasilitas jalan masyarakat yang sangat hancur.
"Terkait anak-anak yang putus sekolah di sini memang harus diperhatikan. Berdasarkan Perda tahun 2014, mereka wajib belajar 12 tahun, kalau perda itu tidak dilaksanakan, itu ada sangsinya. Kalau pemerintah tidak sangup menjalankan Perda itu, ya jangan dibuat peraturan itu. Apalagi uang untuk membuat perda itu sangat banyak sekali, bukan sedikit," ungkapnya.
Untuk kedepan, Sujarwo mengharapkan kepada masyarakat apa bila ada permasalahan tentang anaknya yang tidak bisa sekolah karena ekonomi dan hal-hal lain agar bisa diberikan solusi yang terbaik.
"Saya yakin, kalau segala permasalahan yang menimpa anak murid itu segera disampaikan kepada dinas terkait pasti akan diberikan solusi, dan saya berharap anak-anak Siak tidak ada lagi yang putus sekolah, dan diharapkan anak-anak siak minimal tamatan SMA,"pungkasnya. (Sugianto)