Riaumandiri.co - Deputi Head of Communication RAPP Disra Alldrick atau yang biasa disapa Erick mengatakan saat ini Media harus mengikuti tren transformasi dari konvensional menjadi digital.
"Media Sangat dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian, adaptasi tren digital," kata Erick.
Penyesuaian digitalisasi ini menurut Erick perlu dilakukan melihat pola informasi yang diterima masyarakat saat ini cepat dan bersifat ringan.
Informasi cepat yang diterima masyarakat biasanya didapatkan dari media sosial seperti Instagram, Tiktok, Youtobe dan Facebook.
"Kalau kita melihat tantangan terbesar sekarang ini pembaca beralih ke online, dari pagi tadi saja sudah mengkonsumsi informasi dari HP, informasi cepat biasanya kita dapatkan, hanya satu kali scroll saja," ujarnya.
"Kita pun membaca informasi kadang tidak terlalu lama dan informasi panjang pasti kita akan skip," lanjutnya.
Algoritma media sosial pun menampilkan informasi video yang durasinya tak terlalu panjang, namun Erick berpendapat bukan berarti informasi yang disediakan Media mainstream cetak maupun online tidak kehilangan relevansi, hal ini beralasan karena saat ini terjadi yang namanya 'Tsunami konten'.
Tentu, perlu adanya Media yang bisa dipercaya kebenaran, kredibilitas dan kualitas informasi yang disajikannya.
"Namun bukan berarti Media kehilangan relevansinya, karena ketika kita berada di fase banjir informasi atau tsunami konten tentu kita ingin menerima informasi yang lebih valid, bahkan informasi cenderung bervariasi, dan memancing orang untuk membaca. Hal ini kita kenal dengan hook," kata Erick.
Kalau Media cetak, diperlukan konfirmasi dan pengecekan editorial secara berjenjang, hal ini tentu media cetak memiliki tingkat kepercayaan pembaca yang tinggi.
Namun, perlu transformasi bagi Media cetak untuk mengarahkan bisnisnya ke arah digital.
Di RAPP sendiri, Erick menuturkan pihaknya menerapkan kalender konten agar jadwal informasi bisa terjadwal dengan sangat baik.
Selain itu, RAPP juga menggandeng pihak Media agar nantinya program yang baik dari RAPP tersampaikan secara luas kepada masyarakat Provinsi Riau.
"Kita buat konten kalender of content, kitapun susun di internal. Sesuai campaign perusahaan pada tahun 2025 ini. Kita berfokus kepada masyarakat. Selain itu, tim eksternal kita bekerja sama dengan wartawan untuk menaikkan di Media yang tervalidasi, tentu dari Media teman-teman SPS ini," jelas Erick.
Lebuh lanjut, Erick mengatakan Perusahaan pers juga perlu memberikan award kepada tokoh, pemerintah maupun perusahaan, tentu award yang diberikan tidak sembarangan, pasti memiliki indikator yang jelas dan akurat.
"Seperti yang kita diskusukan, harus ada award yang diberikan kepada pemerintah, tokoh maupun perusahaan, bukan asal memberikan award, ada nilainya. Media bisa memberikan informasi yang relevan kepada publik, sehingga pemerintah maupun tokoh itu layak mendapatkan penghargaan," ujarnya.
"Misalnya PT RAPP mendapatkan penghargaan perusahaan hijau, maka SPS buat konten mendukung hal itu, pasti dia (SPS) cari indikator apa yang membuat penghargaan hijau itu, pasti ada datanya, karena sekelas korporasi tidak main main, mereka sudah terdaftar," kata Erick.
Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi dan Hukum SPS Pusat, H. Syamsudin Hadi mengungkapkan saat ini telah ada 700 Media yang terdaftar di SPS.
Hal ini menunjukkan kepercayaan dan pesatnya perkembangan Media yang berada di bawah naungan SPS.
Syamsudin menjelaskan ada beberapa model bisnis yang bisa digunakan Media untuk bisa bertahan di era digital saat ini.
Model tersebut ialah adanya multiplatform dan monetisasi media. Monetisasi Media ini dilakukan saat pemberitaan kita bisa dibuat secara eksklusif dan harus berbayar.
"Misalnya kalau Kompas dan Tempo itu dia buat berita berbayar, kalau mau baca sampai akhir, harus bayar dan berlangganan dulu," katanya.
Sistem berlangganan tersebut hendaknya bisa diterapkan kepada Media SPS yang ada di Riau.
Tak hanya itu, media bisa menerapkan Media data dan konten analisis tren ekonomi dan sosial. "Kita bisa berkolaborasi dengan pakar atau akademisi buat konten analisis tren tren di bidang ekonomi dan sosial," ujarnya.
Selanjutnya, Media isa membuat akademisi digital sehingga bisa berfokus mengangkat isu dan permasalahan di daerah.
"Media event dan akademisi digital, mungkin kalau pers nasional tidak fokus isu daerah, ini peluang tadi mengangkat isu spesifik di Riau menggali ekonomi. Misalnya kalau di Riau itu ada perkebunan, minyak gas, sumber daya alam (SDA). Pasti mereka membutuhkan support Media dan bisa berkolaborasi bersama perusahaan pers kita," ujarnya.