Membuat Ketidakpastian Bagi Pekerja, BAM DPR: UU Ciptaker Harus Direvisi

Jumat, 21 Februari 2025 - 08:10 WIB
BAM DPR RI serap aspirasi buruh di Cikarang, Kabupaten Bekasi. (DPR)

RIAUMANDIRI.CO - Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI Netty Prasetiyani menyerap aspirasi dari serikat pekerja di Cikarang. Pada kesempatan tersebut, ia menerima banyak keluhan terkait Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker), terutama mengenai meningkatnya ketidakpastian kerja dan lemahnya penegakan hukum bagi pekerja.

“BAM DPR RI mengapresiasi keterbukaan serta animo para pekerja yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja dalam menyampaikan masukan dan keluhan mereka terkait regulasi yang selama ini berdampak pada kehidupan mereka,” ujar Netty seusai kunjungan kerja di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (20/2/2025).
 
Salah satu persoalan utama yang disampaikan buruh adalah semakin banyaknya alasan pemutusan hubungan kerja (PHK). Netty menjelaskan bahwa dalam regulasi terbaru, jumlah alasan PHK meningkat dari 14-15 menjadi lebih dari 20, yang berakibat pada semakin besarnya ketidakpastian dalam bekerja.
 
“Pintu PHK semakin banyak, dari 14-15 menjadi lebih dari 20 alasan. Ini tentu semakin memudahkan pekerja mengalami ketidakpastian dalam bekerja,” ujarnya.
 
Selain itu, pekerja juga mengeluhkan ketidakpastian status kepegawaian akibat sistem outsourcing, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), dan alih daya. Netty menambahkan bahwa kondisi ini berdampak pada hak-hak pekerja, termasuk akses terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek), yang seharusnya dibayarkan oleh pemberi kerja.
 
Sebagai solusi, Netty mendorong DPR RI dan pemerintah untuk berani merevisi UU Ciptaker sesuai amanah Mahkamah Konstitusi. Ia juga menyampaikan bahwa buruh berharap regulasi yang baru dapat mengedepankan aspek perlindungan dengan memasukkan istilah Undang-Undang Perlindungan Kerja sebagai judulnya.
 
“Mudah-mudahan catatan ini menjadi modal bagi kami untuk mendorong Pimpinan DPR RI dalam mendistribusikan apa yang harus dilakukan oleh alat kelengkapan dewan (AKD) terkait,” jelas politisi PKS itu.
 
Buruh juga menyoroti ketimpangan dalam penetapan upah minimum yang dinilai tidak sepenuhnya menguntungkan pekerja. Terdapat pejabat daerah yang kewenangannya melampaui batas dalam menentukan upah minimum sektoral.
 
“Mereka mencermati bahwa upah minimum masih terjadi ketimpangan di sana-sini, karena ternyata ada kewenangan yang melampaui batas dari beberapa pejabat di daerah,” ujarnya.
 
Legislator Dapil Jabar VIII itu juga menekankan pentingnya penegakan hukum dalam regulasi ketenagakerjaan. Meskipun berbagai aturan telah ditetapkan, sanksi bagi pengusaha yang melanggar hak-hak pekerja masih lemah dan kurang diterapkan.
 
“Selama ini undang-undang terkait pekerja cukup banyak, tetapi penegakan hukumnya lemah. Sanksi bagi pengusaha atau pemberi kerja yang tidak menunaikan hak pekerja hampir tidak terlihat,” tutupnya.
 
Dengan berbagai masukan ini, Netty berharap revisi undang-undang yang akan datang dapat lebih berpihak kepada pekerja serta meningkatkan kesejahteraan buruh melalui perlindungan hukum yang lebih kuat. (*)

Editor: Syafril Amir

Tags

Terkini

Terpopuler