Jalan yang berlumpur dan hancur menuju Kampung 40, RT04/RW02, Dusun Kolam Hijau, Kampung Buantan Besar, Kecamatan Siak itu tidak menghalangi niat anggota DPRD Siak Komisi I Sujarwo mengunjungi anak-anak yang putus sekolah di kampung itu, yang saat ini belajar di bangunan sekolah swadaya masyarakat.
Anggota DPRD ini datang ke sana mengendarai mobil dinas Yamaha gardan 2 dengan nomer polisi BM 8202 S, Jumat (29/5). Tidak lama menjelajah jalan beraspal yang mulus di Kampung Buantan Lestari, mobil pun mulai memasuki Jalan Usaha Tani di Kampung Tuah Indrapura. Jalan tersebut banyak lubang, sehingga mobil bergardan 2 yang dinaiki Sujarwo mau tak mau jalan pelan-pelan.
Semakin masuk ke daerah yang dituju, yaitu ke jalan tanah sekunder 9 Dam 2 dan 3, kodnsisi jalan semakin parah rusaknya. Di Sekunder 9, beberapa jembatan kayu harus dilewati secara hati-hati.
Rombongan anggota Dewan Siak terperangah melihat jalan berlumpur setinggi lutut di hadapan mata yang kiri kanannya ditumbuhi semak dan tanggul parit gambut.
Setelah 3 km menempuh perjalanan berlumpur itu, mobil gardan dua itu terpuruk, penumpang didalamnya mau tak mau harus turun. Mereka berusaha mendorong mobil tersebut, termasuk Sujarwo. Tak lama kemudian mobilpun bisa naik ke atas, dan anggota dewan tersebut duduk di bak belakang bersama rombongan lainnya. Tak menunggu lama, sopir pun tancap gas, dan mobilpun seperti kuda lumping (terbang-terbang).
Setelah lebih kurang 1 jam, satu persatu rumah kayu milik warga Kampung 40 mulai tampak. Perasaan sudah mulai gembira.
Sekitar pukul 10,15 WIB, rombongan mencapai Gapura Kampung 40. Tidak jauh dari gapura, tampak pula plang di dinding rumah bertuliskan Ketua RT02/RW04 Dusun Kolam Hijau, Desa Buantan Besar, Kecamatan Siak. Itulah rumah Ketua RT, dan rombongan disambut ketua RT dan masyarakat. Mereka diarahkan ke sekolah swadaya masyarakat. Masyarakat tak segan-segan menyampaikan unek-uneknya yang selama ini mereka rasakan selama tinggal di Kampung40.
Sambil mendengarkan berbagai aduan warga, Sujarwo langsung menuju bangunan satu ruangan itu tidak lebih dari 4 kali 6 meter. Itulah kelas untuk kelas I, II dan III SD. Di depan ruangan, terdapat satu papan tulis reot menggantung. Satu meja guru di pojok kanan, dan 16 meja buatan warga berjejer. Jendela di bagian depan dipagari kawat, tanpa tirai. Teras tidak dihiasi vas bunga. Di depan halaman sekolah terpancang satu tiang bendara merah putih yang baru saja diperbaharui.
Anak-anak yang belajar di sekolah swadaya hanya beberapa orang saja yang memakai seragam sekolah, yang lainnya mengenakan pakaian biasa dan sebagian pakaian muslim.
Meski sederhana dan seperti gubuk, riuh anak-anak kala disapa anggota Dewan Sujarwo tak kalah semangat. Sedangkan para orang tua murid berjejer melihat aktivitas belajar mengajar dari balik jendela.
"Bagaimana rasanya sekolah sini? Cita-citanya mau jadi apa anak-anak?," tanya Jarwo kepada anak-anak.
Mereka berebutan mengacung tangan hendak menjawab pertanyaan dari anggota Dewan. Ada bercita-cita ingin jadi pramugari, bidan dan guru.
Dari 30 murid yang diajar Heni, hanya 17 orang yang hadir pagi itu. Maklum, jarak bangunan sekolah dari rumah murid beragam, ada 5 km, 4 km, dan sebagian berada di sekitar sekolah.
Papan tulis yang reyot dibuat tiga kolom, untuk masing-masing kelas. Maklum, dari kelas I sampai kelas III langsung digabung dengan materi yang berbeda.
Seorang murid kelas III, Riska Desi Indah Sari sempat mengungkapkan, ia senang sekolah di sana. Ia merasakan keceriaan bersama guru Heni. Sehingga ia juga bercita-cita menjadi seorang guru. "Riska mau jadi guru, seperti Bu Heni. Riska ingin sekolah tinggi," kata Riska.
Tak mau kalah, Windi, anak kelas 1 pun mengatakan ingin sekali menjadi bidan biar bisa mengobati ibunya kala sakit.
"Saya ingin jadi bidan Pak, saya ingin obati ibu kalau sakit," ungkapnya sambil malu-malu.
Sedangkan murid-murid lainnya juga mempunyai cita-cita tinggi. Seperti menjadi dokter, tentara, polisi, pilot bahkan ada yang ingin jadi pemain bola.
Sedangkan gurunya, Heni ketika ditanya-tanya anggota Dewan, dia menyampaikan segala keluhan dan kendala-kendala selama dia mengajar."Saya sekarang sudah tinggal di sini Pak, sebelumnya saya merasa kasihan melihat anak-anak di sini yang banyak putus sekolah. Alhamdulilah setelah saya ke sini bersama suami yang selalu mendukung saya untuk mengajar, anak-anak di sini bisa belajar dengan apa adanya. Sekarang sudah diberikan solusi Dinas Pendidikan untuk didirikan sekolah kelas jauh SD Negeri 1 Buantan Lestari Kecamatan Bungaraya," ungkapnya dengan penuh bahagia,Ia tidak digaji, tidak pula diberikan fasilitas pendukung oleh warga sekitar.
Anggota Dewan Siak Sujarwo akan berusaha melakukan dan memberikan solusi kepada masyarakat disana. Terkait masalah anak-anak yang putus sekolah tersebut memang harus mendapatkan perhatian lebih, karena disamping tempatnya yang kurang memadai juga fasilitas jalan masyarakat yang sangat hancur.
"Terkait anak-anak yang putus sekolah di sini memang harus diperhatikan. Berdasarkan Perda tahun 2014, mereka wajib belajar 12 tahun, kalau perda itu tidak dilaksanakan, itu ada sangsinya. Kalau pemerintah tidak sangup menjalankan Perda itu, ya jangan dibuat peraturan itu. Apalagi uang untuk membuat perda itu sangat banyak sekali, bukan sedikit," ungkapnya. ***