Riaumandiri.co - Badan Pusat Statistik (BPS) menganggap penduduk Indonesia yang pengeluaran hariannya di atas Rp 22.000 bukan tergolong ke dalam kelompok miskin. Hal ini berdasarkan penentuan Garis Kemiskinan Nasional yang dilakukan oleh BPS pada September 2024, yakni sebesar Rp595.242 per kapita per bulan.
Angka Garis Kemiskinan tersebut mengalami kenaikan sebesar 2,11 persen dari Maret 2024 yang tercatat sebesar Rp582.932 per kapita per bulan.
“Garis Kemiskinan perkotaan naik sebesar 2,52 persen, atau lebih tinggi dari kenaikan Garis Kemiskinan pedesaan yang naik sebesar 1,47 persen dibandingkan kondisi Maret 2024,” ujar Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti.
Merespon data tersebut, Ekonom Universitas Riau, Dr.H.Edyanus Herman Halim, SE. MS menyarankan agar pemerintah terus menjaga inflasi yang ada. Hal ini dilakukan agar tidak semakin banyak masyarakat yang terjerumus dalam garis kemiskinan yang ditetapkan.
Menurut Dr Edyanus, data standar garis kemiskinan itu memang dikeluarkan oleh badan badan resmi, termasuk BPS dan juga PBB pun mengeluarkan standar kemiskinannya.
"Standar kemiskinan itu dikeluarkan oleh badan badan resmi, baik dalam negeri maupun luar negeri, BPS juga mengeluarkan standar itu, PBB juga mengeluarkan standar umumnya pendapatan dolar AS per hari," katanya.
Hidup dengan Rp595.242 per bulan bukanlah hal yang mudah. Banyak keluarga yang harus mengatur pengeluarannya dengan sangat ketat untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Sebagai contoh, kenaikan harga bahan makanan seperti beras dan telur dapat langsung memengaruhi daya beli mereka.
Selain itu, kebutuhan mendesak seperti kesehatan atau pendidikan sering kali tidak termasuk dalam perhitungan garis kemiskinan. Hal ini membuat banyak keluarga kesulitan jika menghadapi situasi darurat.
Ia menambahkan Jika terjadi inflasi yang cukup tinggi dalam sesaat, angka garis kemiskinan tersebut tidak relevan lagi.
Lebih jauh, Edyanus menjelaskan data BPS sebelumnya yakninya pada Maret 2024 silam garis kemiskinan makanan sebesar Rp 453.429 sedangkan yang bukan makanan sebesar Rp 147.443.
Di tengah cuaca yang tak menentu bahkan membuat harga bahan pokok seperti cabai dan bawang pun turut mengalami peningkatan
"Itu gunanya ada konsep ketahanam pangan, sumber pangan itu kan sensitif, ada cuaca, kerusakan, bencana serta perang," kata Edyanus.
Ditambah semua faktor tersebut dapat menganggu ketersediaan pangan yang dapat merusak ketahanan pangan.
Perlu adanya koordinasi antara Dinas Ketahanan Pangan dan Dinas Perdagangan agar dapat terus menjaga stok dan stabilitas harga pangan.
Selain itu, Edyanus menuturkan untuk mengatasi kenaikan harga perlu adanya BUMD Pangan agar menjadi perpanjangan tangan Pemda serta mampu menurunkan angka kemiskinan dari harga pangan yang stabil.
"Diharapkan nanti ada manajemen pangan Riau yang efektif dan efisien melalui perusahaan (BUMD) ini," tutupnya.