JAKARTA (HR)-Pernyataan mengejutkan datang dari Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komjen Budi Waseso. Ia menyatakan tidak akan memberikan laporan harta kekayaan pejabat negara kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebaliknya, ia malah meminta lembaga antirasuah itu menelusuri sendiri harta kekayaannya.
Tak ayal, pernyataan itu mengundang reaksi dari sejumlah pihak. Ada yang menilai, sikap itu sebagai sebuah tindakan arogan, karena pejabat negara yang lebih tinggi bahkan hingga presiden sekalipun, tetap menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tak hanya itu, pernyataan Komjen Buwas, demikian panggilan akrabnya, juga dinilai bisa membuat kepercayaan masyarakat terhadap instansi Polri jadi merosot.
Sikap tak mau menyerahkan LHKPN itu dilontarkan Buwas, kepada wartawan, Jumat (29/5) di Mabes Polri.
"Saya tidak mau saya yang melaporkan. Suruh KPK sendirilah yang mengisi itu," ujarnya.
Meski ogah melaporkan, mantan Kapolda Gorontalo itu membantah jika sikapnya sebagai bentuk ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Dia beralasan, tidak melaporkan LHKPN bukanlah tindak pidana.
Budi merasa, akan lebih obyektif jika KPK yang menelusuri harta kekayaannya dibanding dirinya yang membuat laporan. Ia tidak mau LHKPN yang dilaporkannya malah memunculkan persoalan di kemudian hari.
"Justru itu malah obyektif, kan dia ada timnya sendiri yang menelusurinya. Kalau pejabatnya yang disuruh ngisi sendiri, ya kan bisa saja hasilnya lain," ujar Budi.
KPK sebelumnya meminta Budi segera melaporkan harta kekayaannya. idealnya, laporan harta kekayaan tersebut diserahkan dua bulan setelah penyelenggara negara tersebut menjabat. Budi resmi menjabat Kabareskrim pada 19 Januari 2015.
"Kabareskrim tergolong penyelenggara negara sehingga melekat kewajiban untuk melaporkan harta kekayaan," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, melalui pesan singkatnya belum lama ini.
Kewajiban penyelenggara negara melaporkan harta kekayaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Tidak ada sanksi hukum yang mengikat jika penyelenggara negara tidak melaporkan harta kekayaannya. Namun, ia bisa dikenakan sanksi administratif. "Kalau berdasarkan undang-undang, ada sanksi administratif oleh atasan," kata Priharsa.
Pernyataan Buwas tersebut, sontak mendapat reaksi beragam dari sejumlah kalangan. Seperti dilontarkan peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting, sikap Buwas itu dinilai melawan tanggung jawab moral sebagai pejabat negara. Sikap itu bisa berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga Kepolisian.
"Implikasinya adalah semakin merosotnya kepercayaan publik kepada Bareskrim, Mabes Polri, dan seluruh institusi Kepolisian," ujarnya.
Dikatakan, pelaporan harta kekayaan adalah amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Untuk itu, setiap pejabat sebelum, selama, maupun sesudah menduduki jabatan tertentu wajib melaporkan harta kekayaannya.
Menurut Miko, apabila hal tersebut tidak dilaksanakan, Budi Waseso dapat dinilai melanggar undang-undang. Ia menyayangkan jika pejabat dengan posisi strategis seperti Kepala Bareskrim tidak melaporkan harta kekayaannya. Meski dalam undang-undang tidak mengatur adanya sanksi terhadap pelanggaran itu, menurut Miko, pelaporan harta kekayaan seharusnya dilakukan seorang pejabat publik sebagai pertanggungjawaban moral, integritas, dan jabatan yang sedang diemban.
Dalam hal ini, Miko mengatakan, Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti seharusnya memastikan semua jajaran di bawahnya taat pada aturan undang-undang. Termasuk melaporkan harta kekayaannya kepada KPK.
"Dalam alur komando di Kepolisian, anak buah wajib taat kepada perintah komandan," ingatnya.
Sementara itu, pengacara penyidik KPK Novel Baswedan, Bahrain SH, mengaku cukup terkejut dengan sikap Buwas tersebut. Ia menilai, sikap Buwas seperti itu menunjukkan sikap arogan.
"Arogan sekali. Sekelas Presiden saja mau menyerahkan LHKPN, masa sekelas Buwas tidak," ujarnya.
Ia mengatakan, ketika Pilpres 2014 lalu, semua calon presiden dan wakil presiden menyerahkan laporan harta kekayaan mereka ke KPK. Hal ini merupakan bentuk transparansi pejabat penyelenggara negara kepada publik.
"Jokowi, Prabowo, JK, dan Hatta Rajasa saja mau melaporkan kekayaannya. Dia ini sombong sekali, arogan, kayak dia saja yang paling berkuasa," lanjutnya.
Bahrain pun menyarankan agar KPK membuat surat kepada Presiden Jokowi untuk memerintahkan agar setiap pejabat negara melaporkan harta kekayaannya.
Sementara itu, penilaian berbeda malah dilontarkan Wapres Jusuf Kalla. Wapres malah menilai sikap Buwas itu tidak ada masalah. Karena menurutnya, Buwas adalah sosok yang sederhana. Menurut dia, harta Budi Waseso tidak banyak sehingga tidak terlalu bermasalah jika tak melaporkan harta kekayaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Memang saya tahu beliau itu hartanya memang tidak banyak karena sederhana sekali," ujarnya.
Lagi pula, menurut Kalla, Budi sudah pernah melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Sepengetahuan Kalla, laporan harta kekayaan itu disampaikan Budi kepada KPK ketika menjabat Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo.
"Dia sudah pernah melaporkan kalau saya tidak salah, dia pernah ke KPK. Kalau tidak salah ya, pernah melaporkan," ujar dia.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com di situs acch.kpk.go.id, Jumat sore, hasil pencarian LHKPN atas nama Budi Waseso nihil. Hal tersebut menyatakan bahwa selama menjadi penyelenggara negara, Budi belum pernah melaporkan harta kekayaannya. (bbs, kom, ral, sis)