Riaumandiri.co - Diskusi Majelis Kopi membahas topik hangat akhir tahun 2024 ini, yakninya kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen.
Majelis Kopi menghadirkan Ekonom senior UNRI, Dahlan Tampubolon sebagai narasumber, kemudian Gubernur Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNRI, Muhammad Rivaldo, serta Gubernur Mahasiswa FISIP UNRI, Rajief Paborsky.
Dahlan Tampubolon mengatakan kenaikan PPN ini dapat menggerus penghasilan, dan dikhawatirkan menurunkan kesejahteraan masyarakat.
"Semua produk kena PPN, penghasilan kita bisa minus itu, kesejahteraan juga akan berkurang," katanya.
Ia juga menyebut masyarakat berpendapatan kelas menengah juga turut terdampak, yakninya mereka akan menyesuaikan pola konsumsi yang cenderung selektif dalam berbelanja.
"Masyarakat berpendapatan menengah akan merubah pola konsumsinya, dan akan cenderung selektif dalam berbelanja," kata Dahlan.
Lebih jauh, Dahlan menyebutkan akibat adanya kenaikan PPN ini membuat masyarakat bergaya hidup hemat atau dikenal dengan Frugal living.
Frugal living adalah gaya hidup yang menekankan pada pengelolaan keuangan yang bijak dan hemat.
Tujuan utamanya adalah mengurangi pengeluaran dengan membeli barang-barang yang benar-benar dibutuhkan sambil menghindari pemborosan.
Selaras dengan Dahlan, Gubernur Mahasiswa FEB UNRI, Muhammad Rivaldo menyebut adanya kenaikan PPN membuat perputaran ekonomi terhambat. hal ini lantaran berkurangnya transaksi jual beli dan mengakibatkan perekonomian menjadi lesu.
"Bicara kenaikan harga, salah satunya kenaikan pajak berpengaruh pada daya beli masyarakat, tentu menghambat perputaran ekonomi, tidak ada jual beli, perekonomian lesu," ujarnya.
Hal ini menyebabkan masyarakat cenderung _saving money_ dan menahan untuk membeli barang sesuai keinginannya.
Ia menyebut, produksi dan konsumsi merupakan nafas dari perekonomian, hal ini didasarkan pada masifnya pertumbuhan UMKM di Indonesia.
"Salah satu kunci nafas perekonomian yakni adanya konsumsi dan produksi, bagaimana masyarakat kita bergerak ekonominya, negara kita ditopang UMKM 50 juta se-Indonesia tentu merugikan masyarakat," katanya.
Ia juga menyoroti anggaran yang sering digunakan untuk pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan program unggulan Prabowo makan siang gratis. Tentu menyebabkan anggaran semakin meningkat dan salah satu cara termudah untuk mengatasi bengkaknya pengeluaran yakninya meningkatkan pendapatan negara yang tentunya berasal dari pajak.
"Program makan siang gratis itu 400 T setiap tahun, tentu membutuhkan dana yang banyak, nah tadi bagaimana cara pemerintah solusinya, dan mudah, yaitu meningkatkan pendapatan dari pajak, memeras rakyat, alih alih efisiensi Sumber daya alam," katanya.
Sedangkan, Gubernur Mahasiswa FISIP UNRI, Rajief Paborsky adanya ambigu pada konteks barang mewah yang disematkan pada barang yang dikenakan PPN 12 persen.
"Apa bedanya pajak barang mewah dan PPN 12 persen, ambigu," katanya.
Menurutnya hal ini dapat meningkatkan inflasi di tengah perekonomian global yang tak menentu. "Nah apa dampaknya nanti? Ketika PPN dinaikkan terhadu inflasi, kita beranggapan cuma 1 persen naiknya, ternyata setelah ditelusuri, dari 11 ke 12 persen, itu naiknya 9 persen," ujar Rajief.