Riaumandiri.co - Renita menyerahkan uang sebesar Rp250 juta kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). Uang itu disita dan dihitung sebagai bagian dari pemulihan kerugian keuangan negara yang timbul akibat perkara korupsi yang menjerat oknum pengacara tersebut.
Renita merupakan salah satu tersangka dugaan korupsi dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di salah satu bank pemerintah Cabang Tuanku Tambusai Unit Kualu, yang sebelumnya ditangani oleh penyidik Subdit II Reskrimsus Polda Riau. Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap, Renita beserta barang bukti dilimpahkan ke JPU atau tahap II pada Selasa (17/12) kemarin.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pekanbaru, Marcos MM Simaremare, melalui Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus (Pidsus), Niky Junismero, membenarkan penyerahan uang tersebut. "Benar, saat pelimpahan tahap II kemarin, kami menerima uang sebesar Rp250 juta dari tersangka R (Renita,red),” ujar Niky, Rabu (18/12).
Uang tersebut kini dititipkan di Rekening Penitipan Lainnya (RPL) Kejari Pekanbaru dan akan dijadikan sebagai barang bukti dalam pekerjaan tersebut. "Ini akan dihitung sebagai pengembalian kerugian negara," tambah Niky, yang sebelumnya menjabat Kepala Cabang Kejari Natuna di Tarempa.
Selain Renita, perkara ini juga menjerat Rahmat Hidayat, mantan mantri yang menjadi inisiator penyaluran KUR Mikro dan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) pada periode 2019-Maret 2020. Berkas perkaranya juga telah dilimpahkan ke JPU.
Kasus bermula dari pengajuan pinjaman KUR Mikro oleh Renita kepada Rahmat Hidayat. Proses penyaluran kredit ini diduga mengabaikan aturan yang berlaku. Renita berperan dalam mengumpulkan data 22 calon debitur yang pengajuannya tidak sesuai ketentuan.
Menurut laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau, tindakan keduanya menyebabkan kerugian negara sebesar Rp542.936.285, termasuk subsidi bunga yang diterima dari pemerintah.
Rahmat Hidayat dan Renita dijerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Rahmat sebelumnya juga telah dinyatakan bersalah dalam perkara tindak pidana perbankan. Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pemerintah.