Riaumandiri.co - Eli Ervina, salah satu korban investasi bodong yang melibatkan Fikasa Group, berharap pengadilan dapat menyita aset milik petinggi perusahaan untuk memulihkan kerugian yang dialaminya. Harapan itu disampaikan saat ia hadir sebagai saksi di persidangan perkara dugaan penipuan investasi.
Eli hadir bersama suaminya, Yusuf, yang juga menjadi korban dalam kasus ini. Keduanya menjadi saksi untuk lima terdakwa, yaitu Elly Salim (Direktur PT Wahana Bersama Nusantara/WBN), Christian Salim (Direktur PT Tiara Global Propertindo/TGP), Agung Salim (Komisaris PT WBN), Bhakti Salim (Direktur Utama PT WBN dan Komisaris PT TGP), serta Maryani (Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP). Para terdakwa mengikuti persidangan secara virtual dari lokasi penahanan mereka.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Zefri Mayeldo, Eli mengungkapkan harapannya dengan penuh emosi.
"Saya sebagai korban dari PT TGP dan PT WBN memohon agar aset-aset milik pribadi maupun perusahaan disita untuk memulihkan kerugian kami," ungkap Eli dengan suara lirih. "Uang itu adalah hasil kerja keras kami bertahun-tahun yang hilang begitu saja," sambungnya.
Para terdakwa diduga mengumpulkan dana masyarakat secara ilegal melalui produk investasi Medium Term Note (MTN) dan Promissory Note (PN). Skema ini menjanjikan bunga tinggi hingga 12 persen per tahun, yang hanya dibayarkan pada awal investasi. Sejak akhir 2019, pembayaran bunga maupun pengembalian pokok investasi berhenti, menyebabkan kerugian nasabah mencapai Rp5,7 miliar.
Yusuf, yang bersama Eli menginvestasikan hampir Rp4 miliar, mengaku termakan janji keuntungan yang ditawarkan. "Saya diiming-imingi seperti deposito oleh Maryani. Itu yang membuat kami yakin," kata Yusuf. Namun, ia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak menerima keuntungan dari investasi tersebut.
Pada persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zurwandi dan Deddy Iwan Budiono juga menghadirkan seorang saksi lainnya. Dia adalah Bintomawi Siregar sebagai pihak pelapor yang memberikan kesaksian secara virtual.
Selain Eli dan Yusuf, korban lain seperti Toni Angkasa dan Verorica Fransiska juga mengalami kerugian serupa, dengan total kerugian mereka mencapai Rp1,75 miliar. Hingga saat ini, jumlah kerugian seluruh nasabah mencapai Rp5,708 miliar.
Para petinggi Fikasa Group sebelumnya telah divonis 14 tahun penjara dalam kasus serupa yang merugikan korban hingga Rp84,9 miliar. Selain itu, mereka diwajibkan membayar denda sebesar Rp20 miliar atau menjalani hukuman tambahan 11 bulan penjara.
Sementara Maryani, yang berperan sebagai marketing, divonis 12 tahun penjara dan didenda Rp15 miliar atau 8 bulan kurungan. Namun, perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat para terdakwa, termasuk Maryani, masih bergulir di tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) RI.
Terpisah, kuasa hukum korban, Rian M Bondar, para terdakwa layak mendapatkan hukuman maksimal atas tindakan mereka. "Tindakan mereka jelas melanggar hukum, merugikan masyarakat, dan menciptakan keresahan besar. Penjualan Promissory Note tanpa izin Bank Indonesia adalah pelanggaran serius," tegas Rian dari Law Office RMB Pasaribu & Associates.
"Para terdakwa harus dihukum setimpal berdasarkan yurisprudensi pada perkara atas nama Agung Salim dkk Nomor : 1155 /Pid.Sus/2022/pn.pbr dan Atas nama Maryani nomor 1169/Pid.Sus/2022/pn.pbr," sambungnya memungkasi.