Riaumandiri.co - Bawaslu Provinsi Riau mengungkapkan tren pelanggaran terbaru yakninya menghina, mengadu domba dan menjelekkan antar paslon.
Hal itu disebutkan Anggota Bawaslu Riau, Nanang Wartono saat konferensi pers dengan awak media, Kamis (21/11).
"Ada bagi saya hal yang menarik di Pilkada 2024 ini, saya sudah berpengalaman jadi pengawas baru ini muncul laporan penghinaan, adu domba, yang sebelumnya tidak pernah muncul di Pilkada kita," ujarnya.
Selain itu Bawaslu Riau juga menerima 140 total laporan dugaan adanya pelanggaran yang diterima jajaran.
"Disini memang saya sampaikan ada 140 dugaan pelanggaran yang diterima Bawaslu per tadi pagi," ungkap Nanang.
Pelanggaran tersebut dapat dirincikn yakninya 39 laporan dinyatakan memenuhi syarat formil dan materil, 95 laporan tidak memenuhi syarat, dan 6 laporan masih dalam tahapa kajian awal.
"39 laporan dinyatakan memenuhi syarat formil dan materil, sedangkan 95 laporan tidak diregistrasi karena tak memenuhi syarat, dan 6 laporan masih dalam proses kajian awal," kata Ketua Bawaslu Riau, Alnofrizal kepada awak media, Kamis (21/11).
Lanjut, Nanang Martono juga menjelaskan laporan pelanggaran yang tidak diterima lantaran syarat formil tidak terpenuhi.
Syarat formil itu ialah identitas pelapor dan terlapor pelanggaran harus jelas tujuannya.
"Perlu disampaikan dalam laporan Bawaslu ada ketentuan syarat formil, dan materil, syarat formil itu identitas pelapor, karena tak semua warga negara memiliki legal standing dalam melaporkan dugaan pelanggaran," katanya.
Legal standing yang dimaksud di antaranya pelapor garys merupakan peserta pemilihan, pemantau Pilkada, maupun warga negara yang berhak memilih di daerah tersebut.
Kemudian, ada syarat materil yang harus dipenuhi pelapor, salah satunya adalah harus menguraikan kejadian, waktu dan disertai dengan bukti yang kuat.
"Kami juga diperintahkan dalam Perpu, syarat materil pelaporan harus berkaitan dengan waktu dan kejadian mesti jelas di wilayah Riau, ada uraian singkat kejadian, dan bukti," kata Nanang.
Disamping itu, Bawaslu Riau juga melakukan penyelidikan jenis pelanggaran yang tidak teregister.
Total 95 pelanggaran tidak diterima karena tidak jelas tujuan pelapor dan terlapornya.
Kemudian, pelanggaran tersebut tidak masuk dalam tiga jenis pelanggaran pemilihan kepala daerah, Nanang menyebut pidana pemilihan, kode etik, dan administrasi.
"Ada tiga jenis pelanggaran pemilihan, diantaranya pidana pemilihan, kode etik, dan administrasi, kalau terhadap 3 ini ada wajib kami tindaklanjuti," ujar Nanang.
Diantara pelanggaran itu adalah tidak netralnya ASN dan merugikan salah satu paslon, perusakan alat peraga kampanye (apk) dan politik uang.
"Tren pelanggaran kita yang banyak itu perusakan APK, ASN yang melanggar netraliras, dan politik uang ada beberapa," sebutnya.
Anggota Bawaslu Riau, Indra Khalid Nasution, SH, MH mengatakan setiap timses paslon telah sepakat untuk penanganan pelanggaran apk.
"Perlu diketahui bersama, hukum itu salah satu tugasnya menyediakan penilaian ataupun persiapan tentang pemahaman hukum pemilihan dalam setiap tahapan," kata Indra.
Salah satunya masing-masing paslon telah sepakat untuk penanganan terhadap pelanggaran apk yang ada di wilayah masing masing.
Hal tersebut menurutnya bisa menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi bagi pelaksanaan Pilkada yang akan datang.
Bawaslu Riau juga melaporkan tidak adanya temuan dari jajarannya mengenai pelanggaran Pilkada, namun, untuk laporan pelanggaran telah banyak diterima.
Alnofrizal mengingatkan kepada timses agar segera menonaktifkan media sosial kampanye, dan pihaknya akan melakukan patroli pengawasan politik uang di masa tenang.
"Kita akan melakukan patroli, untuk mencegah adanya politik uang," tegas Alnofrizal.
Ia juga menegaskan untuk setiap paslon tidak melakukan aktivitas kampanye apapun saat masa tenang diberlakukan.
"Tak melakukan kegiatan aktivitas kampanye apapun, baik pentas seni, sosialisasi, dan lain sebagainya," sebutnya.
"Kami juga menghimbau agar para paslon melaporkan keadaan keuangan kampanyenya terakhir 24 November pukul 23:59," tegasnya