SIAK (HR)-Suasana persidangan di Pengadilan Negeri Siak, Kamis (28/5), sempat dibuat bingung dengan ulah M Jamil (32), terdakwa vonis mati dalam kasus kepemilikan ganja seberat delapan ton. Majelis hakim menilai terdakwa Jamil terbukti melanggar pasal 114 ayat (2) UU Narkotika.
Begitu dijatuhkan vonis mati, pria asal Jakarta Utara ini menyatakan langsung menerima vonis itu. Sementara rekannya AR Ibrahim (48) asal Bandung, Jawa Barat, mengajukan banding.
Dalam sidang kasus yang sama, majelis hakim juga menjatuhkan vonis terhadap tiga terdakwa lainnya. Mereka adalah Budiman alias Ade yang divonis seumur hidup, dan Syafrizal, juga mendapat vonis seumur hidup. Sedangkan terdakwa lainnya, Muhalil divonis penjara selama 20 tahun.
Seperti diketahui, M Jamil diamankan petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 24 Oktober 2014 lalu. Ketika itu, Jamil tengah membawa truk fuso yang bermuatan 8 ton ganja di Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak. Selain Jamil, petugas mengamankan AR Ibrahim, warga Bandung yang diduga sebagai pemesan barang haram itu. Dari hasil penyelidikan, diketahui ganja tengah dibawa dari Aceh menuju Jakarta dan Bandung.
Dalam sidang kemarin, majelis hakim yang menyidang perkara itu dipimpin Sorta Ria Neva didampingi hakim anggota Alfonso Sinahak dan Rudi Wibowo.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan kedua terdakwa divonis dengan hukuman mati karena terbukti bersalah memiliki norkoba jenis tanaman. Ulah kedua terdakwa, bertentangan dengan upaya pemerintah yang sedang giatnya memberantas peredaran narkoba di Indonesia.
"Terdakwa juga residivis dalam kasus yang sama. Akibat narkoba golongan satu ini, dapat merusak mental generasi muda, tatanan kehidupan masyarakat, dan hal yang meringankan tidak ada," jelas Sorta.
Vonis tersebut sama dengan tuntutan yang disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) Endah Purwaningsih dan Binsar Uli, pada sidang dua minggu lalu.
Menerima
Usai membacakan vonis, Sorta memberi kesempatan kepada kedua terdakwa dan kuasa hukumnya, Malik untuk mengambil sikap.
Menanggapi hal itu, M Jamil menyatakan menerima keputusan itu. "Saya terima," ujar Jamil sambil geleng kepala menandakan tak mau menerima tawaran hakim untuk menempuh jalur banding.
Tak ayal, sikapnya itu mengundang kebingungan dari majelis hakim dan JPU. Sedangkan Ibrahim melalui kuasa hukumnya, langsung menyatakan banding.
Untuk memastikan, Sorta kembali menanyakan sikap Jamil. Namun ia tetap kukuh pada pendiriannya, dan menolak mengajukan banding.
Sementara kuasa hukumnya, Malik SH, mengajukan banding. Bahkan JPU juga menyarankan hal yang sama. "Yang menuntut dan yang membela maunya banding, tapi terdakwa tak mau," ujar Sorta.
Untuk terdakwa Ibrahim, majelis hakim memberikan waktu tenggang selama tujuh untuk mengajukan banding tersebut.
Tak hanya di persidangan, sikap Jamil juga tidak berubah ketika ia dibawa kembali sel tempat tahanan dititipkan. Bahkan saat hendak menuju sel, Jamil tampak tertawa dan senyum-senyum sendiri.
Ketika ditanya terkait sikapnya itu, Jamil dengan santai mengatakan, "Pikir-pikir nanti mati juga, ngapain pulak dipikir-pikir, terima saja sama-sama matinya kok," ujarnya sambil tersenyum. "Tak perlu. Berani hidup, juga berani mati," tambahnya lagi.
Bahkan sesampainya di ruang tahanan, M Jamil terlihat tertawa dengan rekan-rekannya."Aku tak banding," ujarnya, seraya duduk dan tampak tangannya mengarut-garut kepala.
Koleksi 7 Vonis Mati
Dalam persidangan kemarin, juga menjadi catatan bagi ketua majelis hakim PN Siak, Sorta Ria Neva. Dalam kurun waktu dua tahun, ia telah menjatuhkan enam vonis mati terhadap terdakwa yang disidangnya.
Hakim Sorta memang dikenal tegas dan disiplin saat menjalankan persidangan. Para terdakwa agaknya ketar-ketir bila Sorta memimpin jalannya persidangan. Bagaimana tidak, wanita asal Bandung ini tidak segan-segan memberikan hukuman mati kepada terdakwa bila sesuai dengan fakta di persidangan.
"Ibu Sorta memang dikenal tegas dan disiplin. Selama dua tahun terakhir telah memberikan vonis mati terhadap 7 orang," kata Humas PN Siak, Desber Bertuah Naibaho.
Dari catatan di PN Siak, vonis mati pertama kali dijatuhkan Sorta terhadap Purwanto (27) pelaku pembunuh berencana terhadap eks Kadis Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bengkalis.
Selanjutnya, vonis mati dijatuhkan kepada Herris Marbun, pelaku pembunuhan janda Mahmuda (40) dan anaknya Arif (10). Pelaku selain membunuh juga memperkosa mayat janda. Di mata mantan Ketua PN Batam itu, tidak ada hal yang meringankan terhadap Herris. Hukuman mati ini dikuatkan Mahkamah Agung (MA).
Vonis mati lainnya, diberikan kepada 3 terdakwa kasus mutilasi 7 orang yang menggemparkan di Kabupaten Siak. Mereka yang menerima vonis mati adalah, Muhamad Delvis (20), Supiyan (26) dan Dita Desma (19). Vonis mati itu diberikan pada 12 Februari 2015 lalu.
Yang terakhir, adalah vonis mati terhadap Jamil dan AR Ibrahim dalam sidang yang digelar Kamis kemarin. (bbs, dtc)