Riaumandiri.co - Sukarmis dinyatakan bersalah melakukan dugaan korupsi pembangunan Hotel Kuansing yang merugikan keuangan negara sebesar Rp22 miliar lebih. Untuk itu, mantan Bupati Kuantan Singingi itu divonis 12 tahun penjara, tanpa dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara.
Demikian terungkap pada sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pakanbaru, Selasa (19/11) petang. Adapun agenda sidang adalah pembacaan putusan oleh Majelis Hakim yang diketuai Jonson Parancis.
Dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa Sukarmis terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1, jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sukarmis dengan pidana penjara selama 12 tahun," tegas Hakim Ketua, Jonson Parancis.
Hakim menetapkan masa penahanan yang telah dijalankan Sukarmis dikurangi dengan hukuman yang dijatuhkan. "Dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata Jonson.
Selain itu, Sukarmis juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan. Hakim tidak membebankan Sukarmis membayar uang pengganti kerugian negara, sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hakim menilai dia tidak menikmati hasil korupsi.
Atas tuntutan itu, Sukarmis melalui Penasehat Hukum, Eva Nora, menyatakan pikir-pikir untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. Hal serupa juga dilakukan JPU.
"Kami menyatakan pikir,-pikir, berkoordinasi dengan terdakwa untuk menentukan langkah hukum selanjutnya" kata Evanora usai sidang.
Sebelumnya, JPU Andre Antonius menuntut Sukarmis dengan pidana penjara 13 tahun 6 bulan, denda Rp500 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Tak hanya itu, JPU turut menuntut terdakwa Sukarmis membayar uang pengganti sebesar Rp22,5 miliar lebih. Dengan ketentuan jika tak dibayar diganti penjara selama 6 tahun 3 bulan
Sebelumnya, perkara ini telah menjerat dua pesakitan lainnya yang merupakan bawahan Sukarmis. Mereka telah dihadapkan ke persidangan dan dinyatakan bersalah.
Pertama, mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kuansing, Hardi Yacub. Ia divonis 12 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan.
Yang kedua, mantan Kabag Pertanahan di Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Kuansing, Suhasman juga diganjar hukuman dan denda yang sama dengan Hardi Yacub. Selain itu, Suhasman juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp25 juta.
Adanya penyimpangan dalam kegiatan pembangunan Hotel Kuansing yang bersumber dari APBD Kabupaten Kuansing Tahun Anggaran (TA) 2013 dan 2014 itu menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp22.637.294.608.
Dalam dakwaan Jaksa terungkap, ada perubahan studi kelayakan tanpa diketahui oleh tim Ahli dari Universitas Riau (Unri) mengenai review studi kelayakan. Awalnya lokasi yang direview oleh tim Ahli Studi kelayakan berada di samping Wisma Jalur atau lahan milik Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Kuansing.
Selanjutnya dirubah oleh terdakwa Hardi menjadi berada di lokasi sekarang di lahan milik Susilowadi. Sehingga memerlukan penganggaran pembebasan lahan terlebih dahulu sebelum melaksanakan pembangunan.
Diduga, ada kongkalikong dan peran Sukarmis terkait pengadaan lahan milik Susilowadi itu. Terlebih, pembebasan lahan itu diduga tidak memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Kabupaten Kuansing saat itu.
Terdakwa Suhasman yang menjabat Kabag Pertanahan disinyalir melakukan transaksi pembelian terkait pembebasan tanah milik Susilowadi yang mempergunakan akta jual beli yang diterbitkan oleh Zainal Ardi selaku Notaris dan PPAT.
Dimana perbuatan Hardi Yakub bersama-sama Suhasman mengakibatkan Pemkab Kuansing mengeluarkan anggaran yang bersumber dari APBD TA 2013 untuk pembebasan tanah sebesar Rp5.252.020.000 kepada Susilowadi.
Hal tersebut menjadi dasar Pemkab menganggarkan serta melaksanakan Pembangunan Hotel Kuansing pada TA 2014 dengan pagu sebesar Rp47.784.400.000 yang berlokasi saat ini, dengan mempergunakan studi kelayakan yang telah dirubah oleh Hardi Yakub tanpa sepengetahuan tim Ahli dari Unri mengenai review studi kelayakan.(