PP Nomor 28 Tahun 2024 Rugikan Industri Hasil Tembakau

Selasa, 12 November 2024 - 15:29 WIB
Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya dalam diskusi soal tembakau. (RMC)

RIAUMANDIRI.CO - Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya mengkhawatirkan masa depan industri hasil tembakau dengan regulasi yang ada. Kebijakan tentang tembakau dibuat tanpa mempertimbangkan realitas sosial dan ekonomi. Sebab, banyak para petani tembakau dan pekerja yang terlibat di mata rantai industri ini.

“Kita tidak bisa membuat peraturan yang semena-mena, tapi harus mempertimbangkan semua kepentingan. Jangan mengedepankan ego sektoral,” ujar Willy, dalam diskusi bertema Serap Aspirasi Mata Rantai Industri Hasil Tembakau, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (12/11/2024).

Ditegaskannya, ia berbicara bukan hanya sebagai Ketua Komisi XIII DPR RI, tetapi juga sebagai representasi dari smokers, atau konsumen tembakau. Ia merasa kebijakan terkait industri tembakau ini sering kali terlalu berat sebelah. 

"Undang-undang dan peraturan harus melibatkan semua pemangku kepentingan, ada inklusi di sana. Regulasi yang berpihak pada satu kepentingan saja akan menimbulkan ketidakseimbangan dan berpotensi menyakiti sektor-sektor yang rentan," tegasnya.

Willy menyinggung kontribusi besar industri tembakau terhadap negara. Cukai yang disumbangkan oleh industri tembakau ini mencapai 213 triliun. Ia membandingkannya dengan industri farmasi yang hingga saat ini masih belum memiliki pijakan kuat di Indonesia dan hanya menjadi pasar konsumtif.

Menurutnya, Indonesia seharusnya lebih bijak dan belajar dari pengalaman berbagai negara dalam mengelola sumber daya strategis.

Willy mengingatkan bahwa jika kebijakan tentang tembakau dibuat tanpa mempertimbangkan realitas sosial dan ekonomi. Pihak yang paling dirugikan adalah para petani tembakau dan pekerja yang terlibat di mata rantai industri ini. “Kasihan banyak yang mau dimiskinkan,” katanya.

Dia mengungkapkan kekhawatiran terhadap nasib petani yang menggantungkan hidupnya pada industri tembakau. "Kalau mereka terus diabaikan, bisa saja nanti timbul perlawanan sosial," tambahnya.

Di samping itu, ia juga mengajak semua pihak untuk duduk bersama dan berdiskusi dengan cara yang partisipatif, mengedepankan dialog yang membangun. "Ini bukan soal kalah menang, tapi soal mencari solusi yang terbaik untuk Republik," ujarnya, menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam perumusan kebijakan.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri, mengkhawatirkan akan menambah angka pengangguran dengan regulasi yang ada, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024.

"PP itu berpotensi menambah angka PHK. Sekarang saja kami mencatat ada 63.947 korban PHK dan itu di luar Simatex. PP ini juga diperkirakan berkontribusi terhadap PHK di industri yang berhubungan dengan tembakau sekitar 2,2 juta orang," ungkap Indah.

Narasumber lainnya dalam diskusi tersebut anggota Komisi IX Nurhadi, Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kesehatan Kemenkes Sundoyo, dan Muhammad Yasid dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bondowoso. (*)

Editor: Syafril Amir

Tags

Terkini

Terpopuler