SIAK (HR)-Terkait ketidakjelasan kawasan yang selama ini ditempati masyarakat kampung 40, RT 04 RW 02 Kampung Buantan Besar, Kecamatan Siak, pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan Siak, Teten Effendi menegaskan, bahwa lahan yang ditempati masyarakat masuk kawasan Cagar Biosfer atau hutan lindung.
"Terkait masyarakat yang tinggal di Kampung 40, lahan yang mereka tempati itu masuk kawasan hutan Cagar Biosfer. Jadi, kalau masuk kawasan hutan lindung, sarana dan prasarana pemerintah kalau dibangun di sana tentu itu salah, dan akan menjadi permasalahan. Karena segala sesuatu yang dibangun itu harus milik pemda, atau kalau milik masyarakat lahan yang akan dibangun harus dihibahkan terlebih dahulu," kata Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Siak, Teten Effendi, Rabu (27/5) di kantornya.
Menurut Teten, bahwa tidak ada kata kasihan kalau masyarakat sudah melanggar peraturan, dan tentunya masyarakat yang datang ke sana pasti sudah ada skenario dari pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
"Yang jadi pertanyaan buat kita adalah, kenapa orang itu sampai bermukim di situ, dan siapa yang mengajaknya? Kalaulah alasan mereka bahwa mereka punya Surat Keterangan Tanah (SKT) maka SKT itu dipertanyakan, karena dari pihak desa tidak ada konfirmasi kepada pihak dinas kehutanan untuk melakukan survei terlebih dahulu apakah itu masuk Cagar Biosfer apa tidak, dan kepala desa itu harus punya komitmen, harus lahan yang legal, dan tidak terlarang yang di SKT-kan," jelasnya.
Sementara itu pihak Dishut juga sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di kampung tersebut, bahwa lahan yang mereka tempati itu masuk kawasan hutan lindung, namun menurut pihak Dishut masyarakat di sana bukannya keluar malah bertambah.
"Kita sudah tiga kali melakukan sosialisasi dikampung tersebut, namun mereka masih tetap tinggal di sana. Maka itu tugas kementrian kehutanan dengan kita atau pemda untuk memindahkan mereka, dan itu perlu biaya yang besar.
Untuk itu yang harus dilakukan minimal harus dicegah agar tidak semakin banyak yang tinggal disana," katanya.
Dishut Siak mengaharapkan supaya pihak terkait untuk melakukan pencabutan SKT yang mereka punya, karena diduga SKT yang mereka punya itu tidak legal, dan tidak ada koordinasi dengan pihak kehutanan untuk menentukan lahan yang ber SKT.
Namun yang disayangkan, masyarakat tempatan membantah, mereka merasa kecewa dan keberatan kalau lahan yang mereka tempati itu masuk ke kawasan hutan, karena selama ini belum ada sosialisasi pihak kehutanan kepada mereka bahwa yang ditempatinya itu lahan kawasan hutan lindung.
"Kalaulah itu kawasan hu tan lindung, kenapa dirinya tidak dilarang dari awal, dan masyarakat selama ini tidak pernah tau kalau yang mereka tempati adalah hutan lindung. Dari Dishut sendiri selama ini tidak pernah melakukan sosialisasi kepada kami, adapun itu mereka hanya menghimbau agar kami tidak membakar lahan sembarangan,"ujar tokoh masyarakat kampung40 Jamal kepada Haluan Riau.
"Sudah bolak-balik itu pak kami pertanya kan mana batas hutan biosfer dengan dinas kehutanan, tapi mereka tak pernah beritahu mana batasnya, mereka hanya mencari titik api, itu aja," imbuhnya.
Senada juga diungkapkan Ketua RT Usman, ia menilai ini benar-benar tidak adil karena tidak ada himbauan dari awal bahwa mereka mengarap lahan biosfer.
"Mereka tidak ada melakukan sosialisasi kepada kami mas, kalaulah kami salah kenapa tidak dari awal, selama ini kami tidak tau kemana kami harus mengadu dan dimana batas kawasan hutan lindung ini,"pungkasnya.***