RIAUMANDIRI.CO - Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) menyebut sekurangnya ada tiga syarat yang harus dipenuhi Pemerintahan Prabowo-Gibran bila ingin mengalihkan subsidi BBM dan LPG menjadi bantuan langsung tunai (BLT).
Pembina MITI Mulyanto, Rabu (6/11/2024 mengatakan ketiganya merupakan syarat mutlak yang harus dilaksanakan agar pengalihan dana subsidi bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Pertama, pemerintah harus memperbaiki dan memperbarui data penerima bantuan agar lebih akurat dan transparan. Hal ini penting dilakukan, karena selama ini banyak laporan yang menyatakan BLT tidak tepat sasaran.
“Selama ini penerimanya itu-itu saja. Bahkan orang yang relatif berada, sementara masyarakat yang lebih pantas malah tidak mendapatkan BLT," kata Anggota Komisi Energi DPR RI Periode 2019-2024 itu.
Mulyanto menyorot nasib masyarakat kelas menengah yang turun kelas. Langkah afirmasi terhadap kelompok ini harus dipikirkan. Jangan sampai kondisinya tergenjet, BLT tidak dapat, sementara beli bahan bakar bersubsidi juga tidak boleh.
Kedua, sistem pendistribusian harus lebih baik, yaitu langsung diberikan ke masyarakat tanpa perantara pihak manapun. "Jangan ada yang ngaku-ngaku bahwa ini adalah program saya, program partai saya. Juga tidak dibagikan mendekati waktu pemilu," tambahnya.
Cara ini diyakini Mulyanto dapat memperkecil risiko penyimpangan oleh pihak yang mencoba-coba mencari keuntungan dari pembagian BLT. “Kita tidak ingin BLT menjadi alat kampanye politik pihak tertentu. BLT ini hak masyarakat, bukan hadiah penguasa. Jadi jangan dilabeli dengan materi-materi kampanye atau pencitraan siapapun dan partai apapun," tegasnya.
Ketiga, pemerintah harus memperbaiki sistem pengawasan untuk meminimalisasi penyimpangan penyaluran BLT. Pemerintah harus menyiapkan aparat penegak hukum dan aturan yang tegas untuk menindak pihak-pihak yang coba berbuat curang.
Mulyanto mengingatkan Pemerintahan Prabowo-Gibran agar lebih menjunjung rasa keadilan dari perspektif ekonomi. "Jangan sampai subsidi untuk rakyat dikurangi tapi “subsidi” untuk pengusaha dan kelompok bisnis tertentu tetap jalan. Contohnya dukungan kemudahan PSN ke proyek komersial swasta seperti PIK 2. Kebijakan ini tentu tidak adil," lanjutnya.
Mulyanto menilai Pemerintah baru harus berani mengevaluasi proyek ambisius yang menelan anggaran sangat banyak seperti Ibu Kota Nusantara (IKN). “Pemerintahan Prabowo harus berani ambil sikap atas proyek tak terencana ini. Bila dianggap memberatkan APBN sebaiknya dihentikan," kata. (*)