Oleh M Jamiluddin Ritonga*
PERTEMUAN Prabowo Subianto dengan Joko Widodo (Jokowi) di Angkringan Solo menimbulkan beberapa spekulasi.
Pertama, Prabowo dan Jokowi membahas pilkada, khususnya di Jawa Tengah. Indikasi ini dapat dilihat dengan kehadiran calon gubernur Jateng dan calon wali kota Solo di Angkringan, meskipun berada di lantai yang berbeda.
Kehadiran cagub Jateng dan cawali Solo itu memperkuat spekulasi bahwa Prabowo dan Jokowi membahas Pilkada. Apalagi para calon tersebut turut mengantarkan Prabowo ke bandara.
Dua, pembahasan Pilgub Jateng dan Pilwali Solo teramat penting bagi Jokowi. Bagi Jokowi, dua wilayah tersebut harus dikuasai karena berkaitan dengan gengsi politik.
Kalau jagoan Jokowi kalah di Jateng dan Solo, maka pamornya akan memudar. Jokowi akan dinilai kalah dengan PDIP, khususnya Megawati Soekarnoputri.
Apalagi Jateng, termasuk Solo, hingga saat ini masih basisnya PDIP. Karena itu, Jokowi ingin hal itu diakhiri dengan memenangkan paslon yang menjadi jagoannya.
Kiranya dalam konteks itulah Prabowo hadir di Solo dan makan malam bersama dengan Jokowi. Jokowi bisa jadi meminta bantuan Prabowo mengerahkan semua kekuatan yang dimiliki untuk memenangkan paslon pilihannya.
Dengan cara itu, Jokowi ingin tetap unggul dalam rivalitas politik dengan PDIP, khususnya Megawati. Jokowi tetap ingin menjadi "penguasa" di Jawa Tengah dan Solo.
Tiga, Jokowi terkesan masih cawe-cawe dalam politik, khususnya Pilkada. Hal itu dilakukannya agar ia tetap punya kaki di daerah, khususnya di Jateng dan Solo.
Bagi Jokowi, punya kaki di daerah diperlukan untuk memperkuat politik trahnya. Jokowi ingin lima tahun ke depan sudah punya banyak kaki di daerah untuk memuluskan kelanjutan Gibran di singgasana kekuasaan.
Untuk menunjukkan masih punya pengaruh besar, Jokowi cukup mendatangkan Prabowo ke Solo dan makan malam di Angkringan. Moment seperti itu sudah cukup untuk memberi sinyal ke lawan politiknya bahwa ia masih berkuasa secara politis, meskipun sudah tidak menjabat presiden.
Empat, Jokowi ingin menunjukkan Solo jadi epicentrum politik di tanah air. Jokowi ingin menunjukkan, Solo dapat mengubah peta politik nasional dan daerah selama ia menghendakinya.
Hal itu tentu dapat menurunkan pamor Prabowo sebagai Presiden. Prabowo dapat dinilai sosok perpanjangan politik Jokowi. Kesan seperti ini tentu tak baik pada Prabowo, karena akan mengesankan ada matahari kembar.
Jadi, Prabowo sebaiknya mengurangi pertemuan dengan Jokowi agar kesan tidak mandiri dapat diinimalkan. Hal itu diperlukan agar Prabowo dinilai presiden yang mandiri dalam mengambil kebijakan. (*Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul)