Akademisi Biologi UNRI: Buaya Menyerang Kalau Lapar dan Jaga Telur

Jumat, 18 Oktober 2024 - 09:26 WIB

Riaumandiri.co - Kemunculan buaya di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) akhir akhir ini menggemparkan masyarakat sekitar. 

Terutama masyarakat yang berada di pinggiran Sungai Rokan, kemunculan tersebut dibarengi dengan kondisi banjir di sejumlah titik diantaranya Bagansiapiapi, Kubu, Rimba Melintang dan lain sebagainya. 

Terlebih, keberadaan buaya tersebut telah memakan korban, salah satunya nelayan yang tengah mencari ikan di Jumrah, Kecamatan Rimba Melintang beberapa waktu silam. 

Akademisi Biologi Universitas Riau, Dr. Rr. Sri Catur Setyawatiningsih, M.Si. mengatakan ada beberapa penyebab buaya dapat naik ke daratan dan berpotensi menyerang manusia. 

Penyebab tersebut diantaranya, ketika cuaca ekstrim ataupun badai yang sangat lebat, sehingga menyebabkan buaya mencari tempat yang hangat. 

Tak hanya cuaca, begitupun kondisi banjir seperti yang terjadi di Rohil akan sangat memungkinkan buaya naik ke daratan. 

"Jika akan ada badai atau hujan lebat mereka akan naik ke darat, karena mereka hewan eksoterm dan mereka perlu berjemur," kata Dr. Rr. Sri Catur Setyawatiningsih.

Penyebab selanjutnya yakninya ketika buaya betina menjaga teritorialnya, dan menganggap siapapun yang berada di sekitarnya merupakan ancaman dan dapat membahayakan diri buaya dan telurnya. 

"Jika buaya individu betina dan sedang bertelur, maka dia sangat teritorial sehingga siapapun yang mendekati sarangnya akan diserangnya. Karena yang mendekati sarangnya, dia anggap membahayakan telurnya," katanya. 

Kemudian buaya akan menyerang manusia ketika perutnya mulai merasakan lapar dan tak ada makanan. 

"Kalau lapar buaya tidak pandang bulu, siapapun diserangnya," kata Sri Catur. 

Selanjutnya buaya akan mencari makan dan merasa terganggu apabila lahan habitatnya dialihfungsikan. 

"Ada kemungkinan tempat dia biasa berenang mencari makan terganggu akibat alih fungsi lahan. Jadi dia pindah ke tempat yang dirasa aman," ujarnya. 

Menurutnya buaya akan mengejar ketika menyerang manusia namun dengan jarak yang cukup pendek. 

"Nah yang perlu dicatat jika dikejar buaya, ya harus berlari, tapi biasanya buaya mengejar cepat dengan jarak tidak terlalu jauh," katanya. 

"Agar aman bawa bambu. Jika dikejar maka yang penting tetap tenang, jaga jarak aman, dan bambu digunakan untuk menyentuh hidung buaya dan paksa ia mundur dan akhirnya berhenti," sambungnya.

Apabila buaya tersebut menggigit, ia menyarankan untuk tidak melawan, lantaran dapat menyobek kulit manusia atau korban yang diterkamnya. 

"Yang digigit buaya mestinya jangan melawan, karena akan sobek. Karena giginya runcing semua (homodon). Dia perlu dibantu orang dengan menekan hidungnya sehingga gigitan terlepas," ungkap Sri Catur. 

Penanganan buaya dengan cara penangkaran dan penangkapan menurutnya hanya solusi sementara. 

Hal itu lantaran buaya sudah termasuk salah satu jenis satwa yang dilindungi sesuai dengan PP No. 7 Tahun 1999 dan UU No 5 Tahun 1990. 

Status buaya air tawar tersebut masuk dalam kategori Apendiks II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) atau konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies tumbuhan dan satwa liar.

"Itu hanya solusi sesaat karena buaya itu sudah masuk appendix 2 sehingga setiap pemindahan perlu pencatatan yang bagus agar tidak kena banned larangan/ ekspor kulit buaya," tutupnya.

Editor: Akmal

Terkini

Terpopuler