Akademisi Kritik Hakim dalam Kasus Mardani Maming

Sabtu, 05 Oktober 2024 - 18:10 WIB
Bedah buku yang mengupas tuntas kekeliruan dan kekhilafan hakim dalam menangani perkara Mardani Maming. (Istimewa)

RIAUMANDIRI.CO - Sejumlah cendekiawan dari Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan bedah buku yang mengupas tuntas kekeliruan dan kekhilafan hakim dalam menangani perkara Mardani Maming, Sabtu (4/10/2024). Buku ini merupakan hasil kajian mendalam terhadap kasus suap izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang menjerat mantan Bupati Mardani Maming.

Mardani Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu, dijatuhi hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp500 juta. Ia dinyatakan bersalah menerima gratifikasi dari almarhum Henry Soetio, mantan Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN), dengan total nilai mencapai Rp118 miliar. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan suap dalam penerbitan izin usaha pertambangan.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni UII, Rohidin, menyatakan bahwa buku ini menarik karena mengungkap kesalahan yang seharusnya tidak terjadi pada hakim. Menurutnya, hakim harus bijaksana dan mampu memutuskan perkara dengan tepat dalam situasi dilematis. “Putusan harus berdasarkan pertimbangan kualitatif, bukan kuantitatif, serta mempertimbangkan kemanusiaan dan kemaslahatan,” ujarnya.

Rohidin menekankan pentingnya hakim memberikan kesempatan yang adil kepada semua pihak yang berperkara. “Hakim harus berpihak pada kebenaran, bukan hanya seimbang dan proporsional,” tambahnya.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Topo Santoso, menjelaskan bahwa penerbitan buku ini merupakan langkah penting bagi akademisi untuk mengkritisi putusan pengadilan. Menurutnya, selalu ada kemungkinan hakim melakukan kekhilafan, baik dalam peninjauan kembali (PK) maupun kasasi. “Kekritisan dan eksaminasi harus diterima oleh kalangan peradilan,” tegas Topo.

Topo menambahkan bahwa hakim tidak perlu khawatir dengan kritik dari akademisi, karena hal ini justru membantu peradilan dalam membuat putusan yang lebih adil. Ia berharap buku ini dapat menjadi introspeksi bagi kalangan peradilan untuk mengoreksi kekeliruan yang ada.

Para akademisi berharap agar buku ini dapat menjadi bahan introspeksi bagi kalangan peradilan. Mereka menginginkan agar majelis hakim dapat menggunakan masukan dari masyarakat sebagai pertimbangan dalam memutuskan perkara. “Ini untuk menjadi pertimbangan di luar dari upaya hukum terdakwa,” kata Topo.

Dengan adanya kritik dan masukan dari akademisi, diharapkan sistem peradilan di Indonesia dapat menjadi lebih baik dan adil. Kasus Mardani Maming menjadi contoh penting bagaimana kritik konstruktif dapat berperan dalam memperbaiki proses hukum di tanah air.

Editor: Nandra F Piliang

Tags

Terkini

Terpopuler