RIAUMANDIRI.CO - Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menilai bahwa usulan pemerintah terkait ‘pensiun dini’ kepada sejumlah PLTU perlu ditinjau kembali. Salah satu PLTU yang menjadi sorotan terkait hal itu adalah PLTU Suralaya yang berlokasi di Cilegon, Banten.
Menurutnya, wacana ‘pensiun dini’ tersebut terlalu prematur, karena beberapa PLTU di Indonesia masih dalam batas ambang emisi yang dihasilkannya.
Seperti diketahui, KLHK menetapkan ambang batas baku mutu emisi pembangkit tenaga listrik sebesar 550mg/Nm3 untuk parameter SO2 dan NOx serta 100mg/Nm3 untuk parameter partikulat pada PLTU Batubara.
“Kalau toh tetap memakai batubara atau kita memakai energi fosil. Tapi yang kita concern adalah bagaimana menekan emisinya itu. Jadi persoalannya adalah di emisinya," ujar Sugeng saat meninjau PLTU Suralaya di Cilegon, Banten, Jumat (27/9/2024).
Menurutnya, jika PLTU mampu menekan emisi sampai ambang batas aman, bahkan hingga di bawah ambang batas emisi yang berlaku di Indonesia, maka penggunaan PLTU sebagai energi penghasil listrik menjadi tidak masalah, dalam hal ini seperti PLTU Suralaya.
“Berdasarkan pengamatan ilmiah yang dilakukan karena dipasang juga parameter di sini yang menyambung langsung (dan) diawasi di KLH, bahwa keluncuran karbon sesuai semuanya masih dalam ambang batas yang tolerable,” lanjut politisi Partai NasDem ini.
“Nah kita cek terus menerus, kita awasi terus menerus agar PLTU Suralaya ini menerapkan baik dari sisi teknologi utamanya adalah bagaimana beremisi rendah dan ramah lingkungan,” jelasnya.
PLTU Suralaya merupakan pembangkit listrik yang mensuplai kurang lebih 10% dari kapasitas yang disiapkan untuk regional Jamali (Jakarta, Jawa, Madura, dan Bali). Adapun kapasitas yang beroperasi saat ini kurang lebih berjumlah 3,4 gigawatt.
Ia mengungkapkan bahwa Kapasitas PLTU Suralaya saat sedang ditingkatkan dengan adanya proyek pembangunan PLTU Suralaya unit 9 dan 10 dengan kapasitas 2 x 1000 MW yang telah memasuki tahap uji coba.
Unit tersebut diklaim lebih ramah lingkungan sebab menggunakan teknologi Ultra Super Critical (USC) buatan Korea Selatan sehingga diklaim lebih efisien dan rendah emisi karbon. PLTU Suralaya unit 9 dan 10 ini pun akan memanfaatkan 60 persen ammonia hijau sebagai bahan bakar pengganti batu bara (cofiring). (*)