Komisi II DPR: BPN Harus Jadi Pihak yang Paham Masalah Pertanahan

Selasa, 24 September 2024 - 09:56 WIB
Anggota Komisi II DPR saat melakukan kunjungan kerja spesifik ke Jawa Timur. (DPR)

RIAUMANDIRI.CO - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengungkapkan bahwa capaian Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) khususnya di Provinsi Jawa Timur telah melebihi target dengan persentase mencapai 100,2%.

Maka itu, ia mengapresiasi kinerja Kantor Wilayah (Kanwil) Provinsi Jawa Timur yang diharapkan menjadi contoh bagi Kantor Wilayah (Kanwil) lainnya.

"Yang tentu melebih target 100,2% untuk PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap). Demikian juga, dengan capaian dari zona integritas, kita harus apresiasi itu. Harapan kami, Kantor Wilayah (Kanwil) Provinsi Jawa Timur itu menjadi percontohan kepada Kanwil lainnya," kata Junimart Girsang usai memimpin Kunjungan Kerja Komisi II DPR RI di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Senin (23/9/2024).

Lebih lanjut, kata Junimart, juga menyoroti pentingnya penegakan hukum dalam sektor pertanahan. Ia menegaskan bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya menjadi pihak yang paham mengenai masalah pertanahan dan berkomunikasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menghindari kesalahpahaman.

"Ini menjadi pergumulan sekarang di BPN, supaya segera mungkin BPN itu melakukan proses komunikasi dengan para APH, tidak cukup dengan pelatihan, tidak cukup dengan Nota Kesepemahaman (MoU), tetapi harus ada surat edaran dari Menteri, agar BPN yang menyatakan ketika kepala seksi itu dipanggil aparat, maka harus mendapat izin dari Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah). Ketika Kakantah dipanggil oleh (APH), harus ada izin dari Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil). Ketika Kakanwil dan kebawahnya itu, dipanggil oleh APH, maka harus mendapat izin dari Kementerian. Ini harus ada," ujarnya.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan menegaskan bahwa izin tersebut penting untuk melindungi kinerja dan integritas BPN. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa terdapat kesalahpahaman yang sering terjadi antara hukum administrasi dan hukum pidana.

"Administrasi itu betul-betul ada, bagaimana caranya, tentu ini juga harus dipahami oleh para pihak. Apa perseteruan administrasi itu. Mereka juga harus paham hukum administrasi. Tidak melulu tentang hukum pidana. Tidak boleh hukum pidana itu dikaitkan dengan hukum administrasi, tidak boleh. Tetapi administrasi itu dikenal dengan hukum, itu boleh. Tetapi ketika pidana dikaitkan dengan administrasi, itu sudah sudah tidak benar," bebernya.

Tak hanya itu, Junimart menegaskan bahwa urusan administrasi tidak boleh dicampuradukkan dengan hukum pidana. Yang seharusnya, hal ini ditangani oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ia juga menyoroti aparat yang masih menggunakan regulasi lama dalam masalah pertanahan.

"Contohnya, ada 17 regulasi tentang tanah itu. Dan yang dipakai oleh aparat, regulasi yang lama. Mestinya yang dipakai yang baru. Oleh karena itu, tentu regulasi harus dibenahi semua, dan ini menjadi PR semua Kementerian dan harus paham juga tentang considerance. Kenapa saya bilang considerance, coba kita baca dalam setiap Undang-Undang menyangkut pertanahan, yang dibuat oleh Kementerian lain, tidak pernah dalam considerance menyebutkan, menimbang undang-undang pokok agraria nomor sekian," tegasnya.

Dengan demikian, Legislator Dapil Sumatera Utara III ini berjanji untuk membawa permasalahan ini ke dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan kementerian terkait. Dengan capaian yang positif ini, diharapkan tata kelola pertanahan di Indonesia dapat ditingkatkan dan masalah-masalah hukum yang berkaitan dapat diselesaikan dengan lebih efektif.

"Oleh karena itu, tentu permohonan hari ini, nanti akan kami bawa kepada rapat kerja, rapat dengar pendapat dengan kementerian, yang tentu dalam periode yang akan datang, kami titipkan kepada kawan-kawan di Komisi II DPR RI," tutupnya. (*)

Editor: Syafril Amir

Tags

Terkini

Terpopuler