RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai rencana Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menghentikan permanen secara dini operasional PTLU Suralaya, Banten, sebagai hal yang aneh.
"Niat mengejar target transisi energi hijau melalui peralihan sumber pembangkit listrik memang sudah direncanakan tapi bukan berarti harus sradak-sruduk," kata Mulyanto, Kamis (15/8/2024).
Mulyanto minta Luhut jangan sembarangan membuat kebijakan. Pemerintah harus mengkaji secara mendalam dan hati-hati rencana tersebut secara tekno-ekonomi. Karena rencana pensiun dini PLTU Cirebon 1 yang direncanakan dimulai akhir tahun 2035 saja masih belum jelas.
"Dalam kondisi banyak utang baiknya Pemerintah jangan macam-macam. Apalagi umur Pemerintahan ini sudah tinggal hitungan hari. Biarlah urusan strategis ini ditangani Pemerintahan baru," ujar Mulyanto.
Mulyanto menambahkan secara umum rencana pensiun dini PLTU itu tertuang dalam green RUPTL PLN. Dengan mempertimbangkan bantuan pinjaman lunak dari Just Energy Transition Program (JETP). Namun kalau ternyata, bantuannya berubah menjadi pinjaman dengan bunga komersil, nampaknya PLN akan keberatan.
"Nah di titik ini soal krusialnya. Tidak adil, kalau kita secara voluntary harus menyuntik mati PLTU, tanpa bantuan dari pihak internasional. Ini dapat memicu kenaikan tarif listrik, atau meningkatnya subsidi listrik dari pemerintah, yang akibatnya akan menekan ruang fiskal kita," ujar Mulyanto.
Mulyanto minta agar Pemerintah mengambil kebijakan yang berpihak kepada rakyat dan tidak terjebak pada agenda negara lain dalam penerapan program energi bersih.
Karena faktanya Indonesia adalah negara kaya akan sumber daya batubara dan biaya pokok produksi (BPP) listrik dari sumber batubara relatif murah.
"Perintah harus mengoptimalkan keunggulan komparatif yang dimiliki negara ini untuk membangun kesejahteraan rakyat. Jangan malah manut didikte pihak asing. Apalagi skema bantuan yang diberikan berubah dari hibah menjadi pinjaman berbunga komersil," kata Mulyanto.
"Saya kira kita jangan mau didikte oleh dunia internasional dengan komitmen yang bersifat gimik. Kita harus rasional-obyektif di atas nasional interest untuk mensejahterakan rakyat. Agar kita konsisten dengan target-target realistis yang kita tetapkan," ulasnya.
Dijelaskan, Komisi VII DPR RI bersama DEN masih menggodok Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang salah satunya berisi target NZE (net zero emission) tersebut. Ini belum putus.
"Saya rasa cukup kita pegang target tersebut. NZE juga bukan berarti zero PLTU, tetapi netto antara emisi dan absorbsi karbon-nya zero. Karena itu kita pun harus punya target-target untuk program absorbsi karbon," tandasnya. (*)