RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi IX DPR RI Charles Meikyansah menyoroti banyaknya fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia. Salah satu penyebab badai PHK terjadi karena banyak perusahaan yang di ambang kehancuran atau pailit.
Hanya saja, tambahnya, yang menjadi masalah terkadang perusahaan tidak memenuhi hak dan kewajiban karyawan yang menerima PHK. Charles menilai, badai PHK ini juga berpotensi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Dalam kondisi apapun, perusahaan harus memastikan memberikan hak-hak karyawan yang terkena PHK. Seperti pesangon, hingga gaji-gaji dan insentif lain yang belum dibayarkan," tegasnya dalam keterangan rilisnya, Jumat (9/8/2024).
Dalam laporan Kementerian Keuangan, Pemerintah mengklaim bahwa Kualitas pertumbuhan ekonomi meningkat signifikan tercermin dari penciptaan lapangan kerja yang cukup tinggi, sehingga mampu menurunkan tingkat pengangguran.
Namun, data dari Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, PHK telah menimpa 32.064 tenaga kerja selama enam bulan pertama di 2024. Mayoritas terjadi di Jakarta, yakni sebanyak 23,29 persen.
"Data dan fakta berbanding terbalik kalau kayak gini. Badai PHK jelas terjadi di depan mata, dan Pemerintah tidak boleh diam saja," kata Politisi Partai NasDem ini.
Beberapa perusahaan yang melakukan PHK di antaranya seperti PT Era Media Informasi (Gatra Media Group) yang menyatakan pailit, sehingga media Gatra harus berhenti operasional dan memberhentikan karyawannya.
Namun perusahaan dikabarkan belum membayar gaji per Mei, Juni, Juli 2024, hingga BPJS Ketenagakerjaan karyawan juga tertunggak hampir selama 26 bulan. Selain itu, belum ada kejelasan tentang nominal pesangon, dan karyawan kontrak juga belum didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat laju pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi terhadap produk domestik bruto (PDB) mengalami perlambatan pada triwulan II/2024. Dampaknya banyak industri yang tengah dirundung isu PHK dan penutupan pabrik.
"Menghadapi hal seperti ini, Pemerintah harus hadir untuk memastikan karyawan yang terkena PHK bisa mendapatkan hak-haknya. Beri pendampingan dan jadilah mediator antara karyawan dan pihak perusahaan,” ungkap Charles.
“Kami juga mendorong agar Pemerintah memberi dukungan bagi para pekerja yang mengalami PHK, termasuk informasi tentang program-program bantuan dan pelatihan yang tersedia. Sehingga masyarakat lebih merasa negara hadir untuk memberikan solusi," imbuhnya.
Menurut Charles, pembenahan dalam isu pengangguran dan badai PHK harus menjadi perhatian lebih para pemangku kebijakan. Karena dampaknya akan mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan.
“Fenomena PHK yang banyak terjadi beberapa waktu terakhir tentunya menambah tingkat angka pengangguran di Indonesia. Daya beli semakin lemah, roda perekonomian tersendat, dan lain sebagainya. Ujungnya berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi,” ucap Charles.
“Kondisi ini tentu juga akan berpengaruh terhadap beban keuangan negara. Maka harus ada kesinambungan untuk mengatasi badai PHK dan upaya penurunan tingkat pengangguran di tanah air,” pungkasnya. (*)