Riaumandiri.co - Amerika Serikat masih menangguhkan dan melakukan peninjauan pengiriman bom seberat 2.000 pon ke Israel, kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Matthew Miller pada Senin (15/7).
“Belum ada informasi terbaru mengenai pengiriman bom seberat 2.000 pon itu, yang pengirimannya masih ditunda sementara dan sedang ditinjau,” kata Miller saat konferensi pers.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada konferensi pers pasca KTT NATO yang berlangsung pada 8-11 Juli mengaku menyesal tidak meyakinkan Israel untuk mengurangi operasi militer di Jalur Gaza di awal konflik.
Lebih lanjut Biden mengatakan dirinya akan masih menunda pengiriman bom seberat 2.000 pon dari Amerika Serikat untuk Israel lantaran khawatir bahwa bom tersebut akan digunakan di sejumlah daerah padat penduduk di wilayah Gaza.
Pemerintahan Biden saat ini menunda sementara pengiriman bom seberat 2.000 pon yang diminta pihak Israel. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Senin (15/7) mengungkapkan kekhawatirannya mengenai situasi di Jalur Gaza dengan mengatakan "tidak ada tempat yang aman" di wilayah kantung yang terkepung tersebut.
“Tingkat pertempuran dan kehancuran yang ekstrem di Gaza tidak dapat dipahami dan tidak dapat dibenarkan… Di mana-mana terdapat potensi zona pembunuhan,” kata Guterres pada X.
Ini saatnya bagi semua pihak yang berkonflik untuk menunjukkan keberanian dan kemauan politik untuk bersepakat pada akhirnya, tambah dia.
Secara terpisah, juru bicara Guterres, Stephane Dujarric mengatakan PBB mengingatkan semua pihak untuk menghormati kewajiban mereka di bawah hukum humaniter internasional dan untuk selalu berhati-hati dalam “menyelamatkan warga sipil dan objek sipil.”
“Saya dapat memberitahu Anda lebih lanjut bahwa kami dan mitra kemanusiaan kami terus membantu keluarga yang mengungsi dari Gaza utara ke daerah di selatan,” katanya kepada wartawan.
Dujarric menyoroti bahwa Kantor PBB dan Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan bahwa dengan setiap arahan evakuasi baru, keluarga-keluarga di Gaza dipaksa untuk membuat pilihan yang mustahil: Mereka tetap berada di tengah pertempuran aktif atau melarikan diri ke daerah-daerah yang memiliki sedikit ruang atau layanan.
"Tidak ada tempat yang aman di Gaza. Tidak ada tempat bernaung, tidak ada rumah sakit, dan tidak ada yang disebut zona kemanusiaan,” tegasnya.