RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama menyebut masalah utama pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur bukan pada pergantian pejabat Otorita IKN (OIKN), tapi karena dasar kebijakan yang sudah keliru sejak awal.
"Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan sejumlah temuan pada megaproyek tersebut, di antaranya belum memadainya persiapan pembangunan infrastruktur IKN karena belum diterbitkannya hak pengelolaan lahan (HPL) seluas 2.0856 Ha," kata Suryadi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/6/2024).
Plt Kepala OIKN menyebut perlu Peraturan Presiden (Perpres) untuk penyelesaian dengan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Plus atau PDSK Plus. Namun wakilnya meyakini, tidak perlu Perpres. "Ini menunjukkan kegamangan pemerintah dalam menjalankan kebijkan turunannya," katanya.
Dengan banyaknya permasalahan tersebut, menurut dia, tentu makin berat bagi OIKN untuk memenuhi ekspektasi Pemerintah dalam membidik investasi yang tinggi di IKN. Buktinya investasi yang masuk ke IKN baru Rp47,5 triliun sejak 2023 hingga Januari 2024. Sedangkan targetnya adalah Rp100 triliun hingga akhir tahun ini.
"Itu pun investasi yang masuk berupa KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha), di mana pemerintah melalui Kementerian Keuangan menjamin pembayarannya sebesar 0,1 persen dari PDB sampai dengan tahun 2030. Artinya ujung-ujungnya APBN. Padahal total APBN yang sudah diguyurkan untuk pembangunan IKN hingga tahun 2024 akan menembus Rp75,4 triliun," ungkapnya.
Sejauh ini, jelasnya, pemerintah masih mengandalkan investor nasional untuk pembangunan IKN. Seperti pengakuan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR pada 11 Juni 2024 lalu, belum ada investor asing yang masuk.
Groundbreaking proyek di IKN yang sudah keempat kalinya juga diisi oleh investor nasional. Padahal Presiden Jokowi pernah mengklaim para investor asing mengantre untuk masuk ke IKN.
"Kami menganggap investasi IKN tidak dapat meningkat karena karakteristiknya infrastruktur publik, sementara publiknya belum ada. Jika pun ada, tidak bakal sampai 5 juta penduduk. Padahal perhitungan investasi baru menguntungkan jika minimal ada 5 juta penduduk dalam 10 tahun," kata Suryadi.
Selain itu, investor khususnya dari negara maju memiliki standar ESG (Environmental, Social, and Governance) yang tidak menghendaki pembangunan yang ada deforestasi (penebangan hutan) dan dampak sosial yang negatif kepada masyarakat lokal.
"Kami tidak yakin IKN akan berdampak positif dengan kontribusi antara 1,8 persen sampai 2,2 persen terhadap perekonomian. Karena ada simulasi Model CGE (Computable General Equilibrium) oleh INDEF, pemindahan IKN berdampak terhadap GDP (gross domestik product) riil nasional sangat kecil dan tidak memberikan dampak apa-apa terhadap ekonomi nasional, yakni bernilai 0.00%," jelasnya.
IKN juga tidak dapat diharapkan mendongkrak perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Sebab masih menggunakan paradigma lama yaitu mendorong pembangunan yang bersifat sentralistik. APBN menjadi banyak tersedot untuk proyek tersebut, misalkan pada tahun 2024 infrastruktur IKN menghabiskan Rp37,41 triliun atau 23,7% dari total pagu Rp157,73 triliun.
"Oleh karena itu, siapapun kepala OIKN definitif akan berat bisa memenuhi target Karena masalah utamanya bukan pada pejabatnya, tapi dasar kebijakan yg sejak awal bermasalah," pungkasnya.
Anggota Komisi II DPR RI Ongku Hasibuan meminta Menteri PUPR Basuki dan Wakil Menteri ATR BPN Raja Juli Antoni sebagai Plt Kepala dan Wakil Kepala Badan OIKN menuntaskan permasalahan lahan serta menggaet para investor untuk mempercepat pembangunan IKN tersebut.
Meski demikian, Ongku mengatakan pengunduran diri yang tiba-tiba ini dapat menambah deretan permasalahan di IKN. Pasalnya, segudang masalah mulai dari pendanaan, pengadaan lahan, hingga mekanisme pemeliharaan aset telah menjadi temuan BPK.
”Saya tidak yakin permasalahan IKN akan selesai dalam kurun waktu yang singkat. Karena permasalahannya itu kan sangat kompleks. Masalah tanah juga masih, masalah kurang datangnya investor tentu juga tidak bisa berdiri sendiri Tentunya itu ada saling terkait dengan berbagai aspek. Ya mungkin aspek legislasi, aspek regulasi, juga tentu aspek kemudahan akses dan sebagainya. Itu semua juga tentu akan menjadi pertimbangan bagi para investor,” kata Ongku.
Ongku menilai pengunduran diri ini dapat berdampak terhadap proses pembangunan, khususnya menurunkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di IKN. Untuk itu, ia mendorong Plt Badan OIKN bisa meningkatkan realisasi investasi swasta yang hingga kini dinilai masih rendah.
”Jadi ini tidak mudah. Ada inisiatif atau ada komitmen ingin berinvestasi di IKN, itu sudah bagus. Bahwa untuk pelaksanaannya, realisasinya masih butuh waktu, investor itu pasti akan berpikir untung ruginya buat mereka,” pungkasnya. (*)