Riaumandiri.co - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan kecewa dan terkejut bahwa pemerintahan Joe Biden enggan memberikan sanksi pada Mahkamah Pidana Internasional (ICJ). Keengganan Amerika Serikat (AS) itu akan memuluskan dikeluarkannya surat penangkapan untuk Netanyahu atas kejahatan perangnya di Gaza.
Netanyahu mengatakan, AS mulanya akan mendukung RUU Sanksi untuk ICJ yang tengah digodok di parlemen. Namun belakangan, sikap itu berubah.
“Sekarang dukungan itu jadi tanda tanya. Sejujurnya saya terkejut dan kecewa,” kata Netanyahu dalam wawancara dengan “The Morgan Ortagus Show” Sirius XM yang bocor ke media AS Politico.
Dia mengulangi pernyataan tersebut dalam pertemuannya hari Rabu dengan mantan duta besar AS untuk PBB Nikki Haley, menyesali keputusan Washington untuk “mundur” dari dukungan untuk memberikan sanksi kepada ICC.
Pekan lalu, AS menentang permintaan kepala jaksa ICC Karim Khan untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant bersama dengan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, Yahya Sinwar dan Muhammad Deif. Washington mengecam kesetaraan yang dibuat pengadilan antara para pemimpin Israel dan Hamas, dengan mengatakan bahwa ICC tidak mempunyai wewenang untuk mempertimbangkan masalah ini karena Israel bukan anggotanya.
Pada Selasa, Gedung Putih menentang undang-undang yang didorong oleh anggota DPR dari Partai Republik untuk memberikan sanksi kepada anggota senior ICC.
“Kami tidak yakin ICC mempunyai yurisdiksi [dalam kasus ini], jadi kami tidak mendukung surat perintah penangkapan ini. Namun, kami tidak percaya bahwa pemberian sanksi kepada ICC adalah jawabannya,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby dalam konferensi pers.
Meskipun upaya Partai Republik kemungkinan besar akan lolos di House of Representatives, undang-undang tersebut diperkirakan akan menghadapi jalan yang lebih sulit di Senat yang dikuasai Partai Demokrat.
Anggota Kongres dari Partai Demokrat, termasuk di Senat, telah mendukung tanggapan legislatif terhadap ICC. Namun sanksi tampaknya merupakan langkah yang terlalu jauh bagi mereka, karena Gedung Putih menentang pembatalan keputusan Presiden AS Joe Biden untuk menghapus sanksi yang dijatuhkan pendahulunya Donald Trump kepada jaksa penuntut ICJ.
Jika pemerintah AS menentang RUU sanksi yang diajukan oleh Partai Republik, kemungkinan lain adalah Kongres akan mengeluarkan undang-undang yang mengancam sanksi terhadap negara-negara yang mematuhi surat perintah penangkapan yang dikeluarkan pengadilan dalam kasus terhadap Israel. Biden dapat melakukan hal ini secara sepihak melalui perintah eksekutif, meskipun pemerintah belum mengatakan apakah mereka saat ini sedang mempertimbangkan cara seperti itu. Perundang-undangan akan lebih mengikat dan berpotensi membantu menumpulkan kritik terhadap Capitol Hill.
Presiden AS Joe Biden saat ini menghadapi tekanan yang semakin besar di dalam negeri, termasuk dari anggota Partai Demokratnya sendiri, untuk berhenti memberikan dukungan tanpa syarat kepada Israel ketika negara tersebut melancarkan serangan mematikan di Rafah dan wilayah lain di Gaza.
Anggota Kongres dari Partai Demokrat Bonnie Watson Coleman adalah orang terbaru yang ikut serta dalam seruan para anggota Kongres untuk mengakhiri dukungan AS terhadap perang Israel. “Kita sudah melewati garis merah,” katanya di X. “Kita tidak bisa terus mendukung ini. Tidak ada seorang pun yang lebih aman karena hal ini.” Senator AS Chris Van Hollen juga mengatakan kepada CNN bahwa AS “dapat dan harus menggunakan lebih banyak pengaruh” dengan sekutu utamanya.
“Pembayar pajak Amerika Serikat telah mendanai miliaran dolar senjata yang telah disalurkan ke pemerintahan Netanyahu, jadi inilah saatnya bagi pemerintahan Biden untuk menggunakan lebih banyak pengaruh untuk mencapai tujuan yang dinyatakan oleh presiden tersebut,” kata Van Hollen.