Riaumandiri.co - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyematkan status tersangka kepada Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil. Kali ini, M Adil dijerat dengan pasal yang mengatur tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sebelumnya, M Adil menjadi pesakitan 3 perkara korupsi. Yakni, penerimaan fee pemberangkatan umrah program Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Meranti, penerimaan dari potongan kas organisasi perangkat daerah dan pemberian suap kepada auditor BPK Perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa.
Dari perkara tersebut, penyidik lembaga antirasuah menemukan ada fakta-fakta hukum baru berupa perbuatan menerima gratifikasi dan TPPU dalam jabatannya selaku Bupati Kepulauan Meranti.
"Maka KPK kembali tetapkan MA sebagai tersangka," ujar Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (27/3).
Ali mengatakan TPPU yang diduga dilakukan M Adil berkisar puluhan miliar rupiah. Dia diduga mengalihkan uang hasil korupsinya ke dalam aset bangunan.
"Mengenai besaran awal penerimaan gratifikasi dan TPPU sekitar puluhan miliar rupiah, di antaranya dalam bentuk aset tanah dan bangunan. Proses penyidikannya telah berjalan dan pengumpulan alat bukti melalui pemeriksaan saksi-saksi saat ini mulai terjadwal," pungkas Ali.
Dalam perkara utamanya, M Adil telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN);Pekanbaru pada 21 Desember 2023 lalu. Saat itu, dia dijatuhi hukuman pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Majelis hakim juga mengharuskan M Adil membayar uang pengganti sebesar Rp17,8 miliar subsidair 3 tahun penjara.
M Adil oleh lembaga peradilan tingkat pertama itu dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 huruf f juncto Pasal 8 UU Tipikor. Tak hanya itu, hakim juga menilai M Adil melanggar Pasal 55 ayat (1) ke 1-KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Termasuk Pasal 12 UU Tipikor dan UU Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor.
Tidak terima dengan putusan itu, M Adil kemudian mengajukan banding. Belakangan, Pengadilan Tinggi (PT) Riau dalam putusan bandingnya justru memperberat hukuman terhadap mantan anggota DPRD Riau itu.
Vonis banding menaikkan pidana subsidair uang pengganti dari sebelumnya 3 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara. Putusan banding tersebut ditetapkan pada Rabu (21/2) dengan nomor putusan 1/PID.SUS_TPK/2024/PT PBR.
Kabarnya, M Adil kembali mengajukan kasasi atas vonis banding PT Riau tersebut ke Mahkamah Agung (MA) RI.
M Adil terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 7 April 2023. Awalnya dia dijerat tiga kasus korupsi yang dilakukannya bersama Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Meranti, Fitria Nengsih dan auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Muhammad Fahmi Aressa.
Tindakan korupsi itu berupa, pertama; pemotongan 10 persen Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada Kepala OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Penyerahan uang dari OPD itu dibuat seolah-olah sebagai utang. Padahal OPD tidak mempunyai utang kepada terdakwa. Namun mengingat M Adil adalah alasannya dan loyalitas, maka OPD mau menyerahkan uang.
Uang diserahkan oleh kepala OPD melalui Fitria Nengsih, Dahliawati dan sejumlah ajudan Bupati M Adil. Selanjutnya uang miliar rupiah diberikan kepada M Adil.
Dari pemotongan UP dan GU itu, pada tahun 2022, M Adil menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih dan pada tahun 2023 menerima Rp 5 miliar lebih. Total uang pemotongan UPdan GU yang diterima terdakwa selama dua tahun sebesar Rp17.280.222.003,8.
Kedua, M Adil menerima suap dari Fitria Nengsih selaku kepala perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jemaah umrah program Pemkab Kepulauan Meranti.
Jemaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan dana APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 jemaah dan M Adil meminta fee Rp3 juta dari setiap jemaah yang diberangkatkan.
Dana yang dicairkan kepada PT TMT dari Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kepulauan Meranti sebesar Rp8,2 miliar lebih. Dari jumlah itu, Fitria Nengsih mendapat Rp1,4 miliar dan diserahkan kepada M Adil sebanyak Rp750 juta.
Ketiga M Adil bersama Fitria Nengsih pada Januari hingga April 2023, memberikan suap kepada auditor BPK perwakilan Riau, Muhammad Fahmi Aressa sebesar Rp1 miliar lebih dengan maksud agar Kabupaten Kepulauan Meranti dapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 2022.