Riaumandiri.co - Lebih dari 6.400 dokter magang telah mengajukan pengunduran diri sebagai protes terhadap rencana pemerintah untuk meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran, kata pejabat pemerintah Korea Selatan, Selasa (20/2) malam. Aksi protes tersebut terjadi seiring meningkatnya kekhawatiran bahwa tindakan aksi mogok mereka dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Wakil Kedua Menteri Kesehatan Korsel Park Min-soo mengatakan kepada pers bahwa pihaknya memerintahkan 831 dokter magang untuk kembali bekerja. Itu dilakukan di tengah ketegangan yang meningkat antara dokter dan pemerintah mengenai rencana penambahan 2.000 dokter ke kuota pendaftaran sekolah kedokteran negara itu tahun depan.
Pada Senin, 6.415 dokter peserta pelatihan di 100 rumah sakit mengajukan pengunduran diri. Sekitar 1.600 di antaranya langsung meninggalkan tugasnya, menurut Park.
Sejauh ini, terdapat sekitar 13 ribu dokter magang di Korea Selatan. Dengan berhentinya dokter magang di beberapa rumah sakit, sejumlah pasien telah mengalami penundaan tindakan operasi dan perawatan lainnya.
Meski begitu, belum terjadi gangguan besar pada layanan medis. Untuk mengatasi potensi gangguan layanan medis, pemerintah akan memperpanjang jam operasional di 97 rumah sakit umum dan ruang gawat darurat di 12 rumah sakit militer akan dibuka untuk umum.
"Kami sangat kecewa dan prihatin bahwa tindakan aksi mogok yang dilakukan oleh para dokter magang telah menyebabkan gangguan pada layanan medis, seperti pembatalan operasi," kata Park.
"Kami tidak dapat memberikan pembenaran atas tindakan para dokter yang meninggalkan pasiennya untuk memprotes suatu kebijakan, meskipun mengetahui apa akibat dari tindakan kolektif tersebut. Pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin untuk mengoperasikan sistem medis darurat untuk meminimalkan kemungkinan kerugian pada pasien," tutur Park.
Pemerintah mengatakan peningkatan kuota penerimaan pasien diperlukan untuk mengatasi kekurangan dokter, khususnya di daerah pedesaan dan bidang medis penting, seperti bedah berisiko tinggi, pediatri, kebidanan, dan pengobatan darurat. Jumlah dokter di Korea Selatan dibandingkan dengan jumlah penduduknya termasuk yang terendah di negara maju, menurut otoritas kesehatan setempat.
Namun, para dokter menyatakan bahwa pemerintah belum melakukan perundingan penuh mengenai masalah ini. Kebijakan tersebut diyakini akan membahayakan kualitas pendidikan dan layanan kedokteran.
Pada Senin, pemerintah Korsel juga mengambil langkah untuk menangguhkan izin medis dari dua pejabat Asosiasi Medis Korea, yang mewakili para dokter. Dalam pernyataan yang dikeluarkan pemerintah Korsel, izin kedua pejabat tersebut akan dicabut jika mereka ternyata mendesak para dokter untuk ikut dalam aksi kolektif.
Kekhawatiran mengenai kekosongan layanan medis telah menjadi kenyataan bagi beberapa orang, ketika dokter peserta pelatihan di Rumah Sakit Severance mengumumkan penangguhan layanan mereka pada hari tersebut. Rumah sakit pun beralih ke situasi darurat dan menyesuaikan jadwal operasi dan prosedur untuk pasien.
Di beberapa rumah sakit besar di Seoul, sejumlah pasien yang operasinya tidak mendesak terpaksa dipulangkan atau dipindahkan ke rumah sakit lain. Seorang perawat pasien kanker di Asan Medical Center mengatakan kepada Kantor Berita Yonhap, akibat pemogokan tersebut, pasiennya diberi tahu bahwa dia akan dirawat di rumah sakit umum lain di dekatnya dan akan dirawat lagi bulan depan ke Asan Medical Center.
Meskipun pemerintah sudah mengeluarkan perintah untuk kembali bekerja, beberapa dokter yang masih dalam masa magang tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur. Mereka mengatakan bahwa perintah tersebut "tidak memiliki validitas hukum".
Juga pada Selasa, perwakilan dokter magang mengadakan pertemuan darurat untuk membahas tindakan mereka. Pada pertemuan tersebut, seorang dokter magang mengatakan rencana pemerintah akan merugikan kualitas pendidikan kedokteran karena tidak ada kapasitas pendidikan untuk melatih 2.000 mahasiswa kedokteran lagi.