Riaumandiri.co - Tim penyidik menjadwalkan pemeriksaan saksi-saksi dugaan korupsi pengelolaan kebun kelapa sawit di salah satu desa di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) dimulai pada pekan depan. Pemeriksaan saksi dilakukan dalam rangka pengumpulan alat bukti.
Penanganan perkara dilakukan tim pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau sejak pertengahan tahun 2023 lalu. Sejak saat itu, Jaksa melakukan penyelidikan, salah satunya dengan meminta keterangan dari pihak-pihak terkait.
"Saat lid (penyelidikan,red), kita telah meminta keterangan sekitar 15 orang. Ada warga sekitar, perangkat desa, Bagian Aset Pemda Kuansing, sama yang mengelola kebun tersebut," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penyidikan Bidang Pidsus Kejati Riau, Iman Khilman, Rabu (14/2).
Setelah rampung, tim kemudian melakukan gelar perkara untuk memastikan kelanjutan penanganannya. "Tim mengusulkan dan pimpinan menyetujui perkara tersebut naik ke tahap penyidikan," lanjut mantan Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang itu.
Dengan telah ditingkatkannya status perkara, saat ini akan disusun rencana kerja penyidikan. Salah satunya, mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi dalam rangka pengumpulan alat bukti.
"Insya Allah, minggu depan mulai pemeriksaan saksi-saksi," pungkas Imran Khilman.
Sebelumnya, Asisten Pidsus (Aspidsus ) Kejati Riau Imran Yusuf pernah memaparkan konstruksi perkaranya. Dikatakan Imran, pada periode tahun 2002 sampai dengan 2012, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing menggelontorkan sejumlah anggaran yang totalnya belasan miliar rupiah.
"Kalau saya tak salah, totalnya itu hampir (Rp) 14 miliar atau (Rp) 16 miliar. Sekitar itu lah," sebut Imran.
Anggaran itu diperuntukkan untuk membangun perkebunan kelapa sawit di salah satu desa di Kota Jalur tersebut. "Mengapa bangun kebun kelapa sawit? Karena saat itu, ninik mamak di salah satu desa, menganggap wilayah ini kalau tidak dijaga, itu akan dirambah oleh kabupaten lain. Sehingga ingin ada ketegasan batas," sebut Aspidsus.
"Oleh karena itu, (ninik mamak) meminta pemerintah kabupaten (Kuansing) untuk intervensi dengan membangun perkebunan kelapa sawit," sambung mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Badung itu.
Dari total anggaran itu, sebut Imran, terealisasi pembangunan kebun hampir 500 hektare. Adapun tujuan lain dari pembangunan kebun sawit itu agar ada penambangan pendapatan asli daerah (PAD) untuk Kabupaten Kuansing.
"Dibangun perkebunan itu salah satu yang ingin dicapai adalah adanya penambahan PAD. Ternyata dalam perjalanan, dalam pengelolaannya tidak ada penambahan PAD. Sekarang kebun itu tidak jelas pengelolaannya," kata Imran.
"Sekarang dikelola oleh sekelompok orang. Seharusnya (hasilnya) masuk menjadi PAD," lanjut dia.
Imran kemudian menyampaikan, anggaran yang dikeluarkan itu berupa belanja modal. Dimana lahan kebun itu itu merupakan tanah adat.
"Itu awalnya tanah adat yang diserahkan ninik mamak kepada pemerintah. Itu berupa belanja modal. Namun oleh pemerintah kabupaten, pencatatan asetnya untuk tanah belum tercatat. Yang tercatat sebagai aset itu pohon sawitnya," terang dia.
Saat proses penyelidikan, Jaksa telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau untuk kepentingan penghitungan kerugian keuangan negara.
"Dia (lahan kebun,red) itu berbatasan dengan Sumatra Barat, Kabupaten Dharmasraya," pungkas Aspidsus Kejati Riau, Imran Yusuf.