Jakarta (HR)-Petugas KBRI di Phnom Penh, Kamboja, sudah bertemu dengan 16 WNI asal Riau dan Kepulauan Riau yang diduga disandera oleh perusahaan pengelola judi online. Ke 16 WNI saat ini ditempatkan di Grand Dragon Hotel, Phnom Penh.
“KBRI sudah mendapatkan akses bertemu ke 16 orang tersebut. Hari jumat lalu (15/5) wakil keluarga dan pemda sudah datang ke Kemenlu menyampaikan pengaduan,” kata Direktur Perlindungan WNI Muhamad Iqbal melalui pesan singkat, dikutip dari situs Suara.Com.
Saat ini, kata Iqbal, petugas KBRI akan mencari pengacara untuk mendampingi mereka menyusul proses hukum yang akan dimulai Senin (19/5), besok.
Meski Iqbal menyebut kalau kasus ke 16 WNI bukan kasus penyanderaan dan perdagangan manusia, sebaliknya Kapolri Jenderal Badrodin Haiti sempat menyebut kemungkinan mereka adalah korban kasus perdangan manusia.
Masih Bekerja
Sementara itu, Mabes Polri menegaskan ke 16 warga negara Indonesia yang ditahan sebuah perusahaan judi di Kamboja, tidak dalam kondisi disekap ataupun disandera. Seluruh warga Selat Panjang dan Batam tersebut masih berada dan bekerja di perusahaan tersebut.
Dikatakan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjend Pol Agus Rianto, bahwa saat ini pihaknya telah mendapatkan informasi dari Interpol.
"Kami dapat informasi dari Interpol tak ada pengurungan. Perusahaan itu sebenarnya hanya ingin uangnya kembali," kata Agus Rianto, Sabtu (16/5).
Agus sendiri menyatakan kepolisian masih menunggu laporan terbaru soal perkembangan kasus tersebut dari Interpol dan Kedutaan Besar RI di Kamboja.
Menurutnya, 16 WNI tersebut terseret dalam sengketa perdata antara perusahaan dengan supervisor bernama Jefry Sun.
"Kita akan dalami lagi tentu saja. Apakah benar kasusnya seperti itu," kata dia.
Polri juga belum bisa mengkonfirmasi soal keadaan 16 WNI tersebut di perusahaan judi. Interpol hanya memastikan seluruh warga Selatpanjang dan Batam tersebut masih beraktivitas seperti biasa. Hanya saja, perusahaan tak memberi izin pulang ke negara asal.
Kumpulkan Data
Ditambahkan Agus Rianto, bahwa saat ini polisi tengah mengumpulkan data 16 warga negara Indonesia ditahan oleh perusahaan judi tersebut.
Pengumpulan data ini dilakukan juga untuk menelusuri alasan seluruh WNI tersebut berada di Kamboja.
"Itu bagian dari langkah-langkah yang sedang kita lakukan sehingga data yang diperoleh lebih komprehensif untuk mengambil kesimpulan," kata Agus.
Ia menyatakan, Polri hingga saat ini belum bisa mengambil kesimpulan soal dugaan penahanan 16 WNI oleh perusahaan Kamboja tersebut. Terlalu dini untuk langsung mengkategorikan kasus tersebut sebagai rangkaian dari kejahatan perdagangan manusia.
Polri akan menanyakan kepada keluarga 16 WNI yang berada di Selatpanjang dan Batam soal alasan anggota keluarganya meninggalkan rumah. "Setelah lengkap baru kita sampaikan seperti apa," kata Agus.
Kasus ini mulai terkuak saat salah satu keluarga WNI hendak mengirimkan uang yang diminta perusahaan judi tersebut sebagai tebusan. Pembayaran tersebut berhasil digagalkan Kepolisian Resor Kepulauan Meranti yang kemudian berkoordinasi dengan Mabes, Interpol dan Kementerian Luar Negeri.
Informasi sementara, perusahaan judi di Provinsi Kandal, Kamboja menahan karena supervisor yang membawa 16 WNI tersebut bernama Jefry Sun melarikan diri dengan uang Rp 2,1 miliar. Perusahaan tak mau melepaskan para pekerjanya hingga uang yang dibawa kabur Jefry terlunasi.
Data sementara, 13 warga Selatpanjang yang ditahan adalah Hendra Swandi, Sedi, Toni, Yang Yang, Johny, Teddy, Ade Hengki, Agus Rianto, Winson, Candra Lim, Wesly, dan Yanto. Sedangkan tiga warga Batam adalah Handy, Rusdiyanto dan Sukandy.(src/tpc/yuk)