RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berperan penting mewujudkan pemilihan umum (pemilu) yang damai. Bawaslu harus berani menindak jika terjadi pelanggaran pada Pemilu 2024.
"Bawaslu harus mempunyai keberanian menindak para peserta pemilu jika mereka melakukan pelanggaran," kata Guspardi dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema “Pemilu Berlangsung Damai akan Melahirkan Pemimpin Penuh Kedamaian” di Media Center Parlemen, Nusantara III, Senayan, Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Dia mengkhawatirkan akan muncul potensi ketidakdamaian, seandainya Bawaslu dalam menyikapi pelanggaran yang dilakukan tidak memiliki keberanian.
"Penegakan aturan harus tanpa pandang bulu terhadap siapapun yang melakukan pelanggaran, baik calon presiden maupun peserta pemilu lainnya," tagas Guspardi.
Sebab kata politisi PAN itu, masa kampanye 75 hari akan sangat penuh dinamika dan bisa memunculkan ketidakdamaian kalau peraturan tidak diterapkan dengan tegas.
Penyelenggara pemilu kata dia, harus taat asas hukum. Harus tegak lurus dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun.
"Penyelenggara pemilu itu memang betul orangnya, sesuai harapan, punya integritas, punya kapabilitas, dan punya integritas," kata anggota DPR dari dapil Sumbar itu.
Diungkapkan, pada minggu lalu Komisi II DPR mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Bawaslu. Ketika itu ia menekankan kepada Bawaslu supaya pemilu itu damai, harus punya keberanian. Itu sesuatu yang sangat urgent.
Peran Media
Guspardi juga menilai media berperan penting dalam melakukan pengawasan terhadap pelanggaran-pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 nanti.
“Jadi kunci daripada semua persoalan itu adalah saya harap tidak hanya kita tumpahkan kepada Bawaslu, tetapi yang lebih punya peran penting adalah teman-teman media yang punya sesuatu yang sangat luar biasa," ujar Guspardi.
Menurunnya 'mata pena media' jadi senjata ampuh dalam mengedukasi masyarakat sampai ke seluruh dusun-dusun dan dibaca oleh para khalayak umum. Guspardi pun berharap kepada para jurnalis bisa memviralkan kejanggalan pelaksanaan pemilu, sehingga muncul efek jera dari orang-orang yang melakukan pelanggaran.
"Yang paling signifikan, yang paling strategis menurut saya ialah, bagaimana media itu mampu mengelaborasi, menciptakan suasana yang damai dengan kritikan terhadap pelanggaran, sehingga si sosok yang melakukan pelanggaran muncul rasa malu," kata Guspardi.
Sebab kata dia, orang sudah tidak lagi takut dengan sebuah hukuman yang diberikan, tetapi ketika bentuk hukumannya ialah berupa informasi di sosial media, akan timbul rasa malu.(*)