RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta merespon persoalan penetapan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi tersangka dalam kasus pemerasan dalam kaitan dengan penanganan kasus korupsi di Kementerian Pertanian.
Menurutnya kasus tersebut menghebohkan atau menarik perhatian masyarakat di kala masyarakat menaruh harapan besar terhadap aparat penegak hukum.
"Untuk memberantas tindak pidana korupsi yang sangat merugikan negara dan masyarakat. Teori Lord Acton yakni “power tends to corrupt” menjadi refleksi bersama, ketika penyalahgunaan kewenangan justru terjadi dan dilakukan oleh pemegang kewenangan atau kekuasaan," sebut Wayan dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/11/2023).
Menurutnya, permasalahan di sektor penegakan hukum juga tidak hanya dalam hal keterlibatan dalam penanganan kasus yang menjadi kewenangannya, namun juga hal-hal lain yang memperlihatkan masih banyaknya mafia di institusi penegakan hukum dan peradilan.
Politisi dari PDI Perjuangan ini pun mencontohkan dalam kasus narkoba, illegal mining, backing kasus sumber daya alam, dan sebagainya. Selain itu, permasalahan pada eks pimpinan KPK Lili Pintauli menjadi salah satu contoh dimana Pimpinan KPK yang seharusnya berhati-hati dalam menegakkan citra anti korupsi justru menerima gratifikasi.
"Alhasil yang bersangkutan disidang etik dan mundur. Demikian pula dalam kasus gratifikasi yang menyangkut Wamenkumham dimana memerlukan kehati-hatian," ujar Anggota Dewan dari Dapil Bali.
Belajar dari kasus pemerasan dalam penanganan kasus korupsi dan penanganan kasus lainnya, dia melihat mafia hukum masih eksis dan memanfaatkan celah-celah penegakan hukum yang selama ini masih selalu menjadi rahasia umum.
Tidak jarang banyak pihak melihat bahwa sektor penegakan hukum dan peradilan merupakan sektor “transaksional” yang dapat diarahkan sesuai dengan seberapa besar kekuatan dan kekuasaan daripada nilai-nilai keadilan dan kepastian hukum.
"Namun kita tidak boleh pesimis karena dengan diungkapnya kasus tersebut memperlihatkan masih adanya kesadaran dan komitmen untuk memperbaiki institusi penegakan hukum dan peradilan. Apresiasi tentu pada pihak Polri dalam hal ini Polda Metro Jaya yang berani mengambil sikap untuk penetapan tersangka tanpa memandang bahwa yang bersangkutan adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan juga anggota keluarga besar Polri," ujar Wayan.
Menurunya, carut marut persoalan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum maupun peradilan karena kesadaran sektor hukum di Indonesia masih cukup minim dan memerlukan reformasi atau perubahan dan transformasi yang signifikan.
"Transformasi itu dilakukan dengan peningkatan transparansi, profesionalisme, serta komitmen dan upaya besar untuk melakukan reformasi kultur dan struktur yang berorientasi pada kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan bagi masyarakat secara luas," papar Wayan.
Menurutnya, pengawasan yang lebih ketat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan mekanisme kontrol yang bersih dan berintegritas. Diperlukan juga komitmen pemerintah untuk melakukan reformasi penegakan hukum dan menjamin kesejahteraan dan keamanan aparat penegak hukum dan peradilan.
"Konsentrasi pada penciptaan sumber daya manusia yang berkualitas dan berintegritas lebih diperlukan daripada meningkatkan kuantitas," jelas Wayan.
Wayan berharap, semoga dunia hukum di Indonesia akan semakin membaik, adil, seimbang, berkepastian hukum serta mampu mengayomi seluruh kepentingan masyarakat. Semoga sistem hukum di Indonesia mampu mendukung upaya bersama dalam menciptakan masyarakat yang makmur, sejahtera, dan berkeadilan sosial. (*)