Riaumandiri.co - Hanya 18 hari menghirup udara bebas, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bengkalis, Fadhillah Al Mausuly kembali dijebloskan ke jeruji besi. Penahanan terdakwa kasus dugaan korupsi dana Pilkada Rp4,5 miliar dilakukan berdasarkan penetapan majelis hakim.
Fadillah sebelumnya dikeluarkan dari penjara usai majelis hakim menerima eksepsi yang diajukannya. Itu diketahui dalam putusan sela yang disampaikan majelis hakim yang diketuai Yuli Artha Pujayotama pada sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (26/10).
Dalam pertimbangannya saat itu, hakim menilai bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkalis tidak cermat, tidak jelas (obscuur libel) dan tidak lengkap.
Hakim menyebut, JPU tidak menguraikan dengan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, dengan tidak menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Hakim menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, sehingga dakwaan dinyatakan batal demi hukum, dan Fadillah dikeluarkan dari penjara.
Atas hal ini, JPU lantas melakukan perbaikan terhadap dakwaan tersebut. Sampai akhirnya, berkas perkara kembali dilimpahkan ke pengadilan, dan yang bersangkutan kembali menjalani proses sidang.
JPU kembali membacakan surat dakwaan. Majelis hakim, memandang perlu untuk melanjutkan penahanan terhadap terdakwa, demi kelancaran proses pemeriksaan dalam persidangan.
Penahanan ini sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
"Memerintahkan untuk melakukan penahanan terhadap terdakwa Fadhillah Al Mausuly dalam tahanan Lapas Kelas II Bengkalis, terhitung sejak tanggal 13 November 2023," tegas hakim ketua usai pembacaan surat dakwaan oleh JPU, Senin (13/11).
Terdakwa yang hadir langsung dalam persidangan itu, menerima penetapan penahanan terhadap dirinya oleh hakim.
Usai sidang, tim dari Kejari Bengkalis langsung membawa terdakwa untuk dititipkan di Lapas Kelas II Bengkalis.
Dalam dakwaannya JPU menyebut, terdakwa yang menjabat Ketua KPU Kabupaten Bengkalis Periode 2019-2024, melakukan korupsi dalam kurun waktu sejak tanggal 11 Maret 2019 sampai dengan tanggal 03 November 2022 atau setidak-tidaknya pada tahun 2019 sampai dengan tahun 2022, bertempat di Kantor KPU Bengkalis Jalan Pertanian Desa Senggoro, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis.
Perbuatan korupsi terjadi pada kurun waktu tahun 2019-2021 silam. Berawal dari adanya tahapan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bengkalis periode 2021-2024.
Untuk menyukseskan Pilkada, KPU Bengkalis mendapatkan hibah dari Pemerintah Kabupaten Bengkalis sebesar Rp40 miliar. Dana hibah itu diberikan berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Namun anggaran untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bengkalis itu, justru diselewengkan oleh para untuk memperkaya diri dan orang lain. Beberapa anggaran pengeluaran justru tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Anggaran KPU yang diselewengkan di antaranya, adanya pajak yang dipungut sebesar Rp385.662.861, namun tidak disetorkan ke las negara. Kemudian adanya penyetoran dana hibah ke rekening pribadi terdakwa Candra Gunawan sebesar Rp485.111.174.
Selanjutnya, adanya realisasi belanja yang disahkan tetapi tidak sesuai dengan buku kas umum sehingga menyebabkan ketekoran kas Rp192.570.900. Lalu, adanya jasa giro yang belum disetorkan ke kas Negara sebesar Rp4.484.593, serta tidak disetorkan ke kas negara pengembalian dari PPK Tualang Mandau dan PPK Bengkalis sebesar Rp25.731.000.
Kemudian, realisasi belanja yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban sebesar Rp2.506.843.672. Adanya Kelebihan pencatatan pada BKU oleh Bendahara Pengeluaran Yang Mengakibatkan Negara Lebih Bayar sebesar Rp773.740.401.
Realisasi belanja yang tidak sesuai ketentuan perundangan-undangan sebesar Rp79.965.950, perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan Peraturan perundang-undangan Rp83.892.216.
Pembayaran honorarium Pokja yang masih dalam penguasaan Bendahara Pengeluaran yang belum dibayarkan kepada anggota Rp54.105.000.
Akibat dari perbuatan korupsi ini, timbul kerugian keuangan negara atau perekonomian negara/daerah sebesar Rp. 4.592.107.767, sebagaimana laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari Inspektur Wilayah I Komisi Pemilihan Umum.
Untuk diketahui, 4 terdakwa lainnya sudah lebih dulu menjalani proses peradilan dan dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Puji Hartono selama 6 tahun, dikurangi selama masa penahanan yang telah dijalani," kata ketua majelis hakim Yuli Artha, saat membaca putusan, Senin (23/10) lalu.
Untuk 3 terdakwa lagi, juga dijatuhi hukuman yang sama. Selain pidana kurungan penjara, mereka juga dihukum membayar denda masing-masing Rp200 juta subsidair 4 bulan kurungan.
Selain itu, majelis hakim juga membebankan terdakwa Puji Hartono, Hendra Riandra dan Muhanmad Soleh membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp727.402.627 subsidair 8 bulan penjara.
Sedangkan terdakwa Chandra Gunawan, dihukum membayar uang pengganti lebih besar dibanding terdakwa lainnya yakni Rp1.682.497.255 subsidair 10 bulan kurungan.