Riaumandiri.co - Komisaris CV Putra Mulia Sawit (PMS) menjadi penghuni baru di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas Pekanbaru. Dia dijebloskan ke penjara karena diduga melakukan tindak pidana perpajakan yang berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp8 miliar lebih.
Penahanan itu dilakukan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) usai menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Riau bersama Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Riau, Senin (6/11). Tahap II itu dilakukan setelah berkas perkara tersangka dinyatakan lengkap atau P-21 beberapa waktu lalu.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kejati Riau, Imran Yusuf mengatakan, PT PMS merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang penjualan tandan buah segar (TBS) sawit. Pada periode Februari sampai Juli 2019, perusahaan itu tidak menyampaikan faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai peraturan berlaku.
"Tersangka tidak melakukan penyampaian faktur pajak di masa PPN maupun surat pemberitahuan (SPT) yang tidak benar atau lengkap yang mengakibatkan kerugian negara Rp8.306.295.361," ujar Imran Yusuf.
Usai tahap II ini, kata Imran, tim JPU selanjutnya menyusun surat dakwaan. Tidak lama lagi, berkas perkara akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru untuk disidangkan.
"Kami sangat mendukung kawan-kawan Kanwil DJP. Harapannya, hal seperti ini diintensifkan lagi supaya penerimaan negara bisa dimaksimalkan. Kami, penegak hukum siap mendukung," kata Imran.
Imran mengharapkan, penindakan ini menjadi pembelajaran bagi pengusaha lain yang bergerak di bidang perdagangan besar buah yang mengandung minyak, sehingga menyampaikan pelaporan pajak dan menyetorkan kewajiban kepada negara.
Di tempat yang sama, Kepala Bidang (Kabid) Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen dan Penyidikan DJP Riau, Eko Budihartono mengungkapkan, proses hukum yang dilakukan merupakan tindakan yang paling akhir.
"Sebetulnya menghukum bukanlah tindakan yang kami inginkan. Inti utamanya bagaimana Wajib Pajak bisa melakukan kewajibannya dengan baik," kata Eko.
"Proses kami lakukan, sosialisasi, imbauan, klarifikasi dan pemeriksaan. Kalau itu semua sudah berjalan tapi tak bisa dipenuhi akhirnya kita lakukan tindakan seperti ini (proses hukum)," sambung dia.
Eko menegaskan, pihaknya akan terus konsisten dalam melakukan upaya penegakan hukum sebagai langkah akhir yang dilakukan DJP kepada Wajib Pajak yang tidak melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Hal ini dalam rangka memulihkan kerugian pada pendapatan negara.
PPNS Kanwil DJP Riau, Widi menambahkan, pihaknya sebelumnya telah melakukan tindakan administratif berupa imbauan terhadap tersangka. Selain itu juga sudah diberi teguran, pemeriksaan bukti permulaan, hingga penyidikan.
"Saat penyidikan, setiap tindakan Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk melunasi pajaknya. Setiap tindakan denda juga berbeda, tapi Wajib Pajak tidak melunasi pajaknya maka dilimpahkan berkasnya ke Penuntut Umum," jelas Widi.
Terhadap tersangka disangkakan dengan pasal berlapis yakni Pasal 39 ayat (1) huruf c dan/atau Pasal 39 ayat (1) huruf d dan/atau Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.
Pasal itu berbunyi, "Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pembentahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara".
Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.