JAKARTA (HR)-Penangkapan Ra, seorang tersangka mucikari atau gembong prostitusi artis, pada akhir pekan lalu, menguak kembali fenomena prostitusi kelas atas di Jakarta. Tak tanggung-tanggung, tarif untuk prostitusi kelas ini juga sangat menggiurkan. Nilainya bisa dari puluhan juta hingga ratusan juta.
Saat ini, proses pemeriksaan terhadap Ra sudah mulai memasuki babak baru. Hal itu seiring dengan pengakuannya, bahwa ia memegang 200 orang artis yang juga punya kerja sampingan sebagai pekerja seks komersial (PSK). Kelanjutannya diperkirakan akan semakin menarik, mengingat daftar nama-nama itu sudah diserahkannya kepada penyidik Polres Jakarta Selatan.
Namun, menurut penulis buku Jakarta Undercover, Moammar Emka, pola prostitusi kelas atas yang selama ini, tidak seperti kasus yang tengah mendera Ra.
Dalam kasus Ra, para PSK yang merupakan artis menerima booking singkat atau short time. Sebelumnya, pelanggan harus membayarkan 30 persen uang tarif kepada mucikari sebagai tanda jadi. Selanjutnya, pelanggan bisa memesan artis untuk diajak berkencan. Setelahnya, ia harus membayar seluruh tarif yang dibebankan yang disebut-sebut senilai Rp80 juta hingga Rp200 juta.
Publik Figur
Emka mengatakan, dalam dunia prostitusi kelas atas, artis kelas A adalah artis yang benar-benar berpredikat publik figur. Mereka biasanya tidak akan sembarangan menerima pesanan pelanggan, apalagi dengan booking short time.
Menurut Emka, biasanya artis papan atas yang terlibat prostitusi akan meminta dijadikan simpanan atau dikawin kontrak oleh pelanggannya.
"Mereka itu artis benaran, mana mau mereka main short time atau long time. Mereka banyak polanya. Maunya jadi simpanan, dinikahi siri, atau kawin kontrak," ujarnya, Senin (11/5).
Emka menilai, bila artis yang dibawahi Ra tertangkap sedang melayani pria di hotel bintang lima, itu bukanlah artis pelacur kelas A. Menurut dia, mungkin artis itu berasal dari kelas menengah B.
"Saya tidak mau mengatakan AA itu kelas A. Karena menurut saya, dengan bayaran masih Rp80 juta itu masih kelas menengah. Kalau dia sudah artis yang terkenal, bayarannya itu unlimited (tak terbatas, red). Bukan dengan uang lagi, bisa rumah mewah, bisa juga mobil sport," tutur dia.
Seperti diketahui, Ra ditangkap dan kemudian ditahan Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat (8/5) lalu di sebuah hotel berbintang lima di Jakarta Selatan. Pada kesempatan yang sama, seorang perempuan yang diduga artis sekaligus model majalah dewasa berinisial Aa, ikut terjaring dan akhirnya dijadikan saksi.
200 Orang
Sementara itu, Ra kepada penyidik Polres Jakarta Selatan mengakui memegang 200 artis sebagai anak asuhnya. Daftar artis-artis itu juga sudah diberikan ke polisi.
Saat ditemui Senin kemarin, Ra belum bersedia mengungkap nama-nama artis pegangannya. Dia hanya menjelaskan sudah memberikan daftar nama ke polisi. "Iya, banyak, yang sesuai data. Ada data saya sama polisi," tambahnya.
Ra juga mengakui, artis PSK yang dipegangnya, berusia 22 tahun ke atas. "Usia di atas 22 tahun biasanya. Latar belakang artis atau model," tambahnya.
RA bercerita, ia berkenalan dengan para PSK-nya ketika masih menjadi make-up artist atau penata rias. Dari obrolan teman ke teman, transaksi prostitusi pun terjadi, dan ia menyebutnya sebagai "arisan".
"Saya merekrut sendiri, dari teman ke teman. Iya benar, 200 orang. Hampir setengah lebih digunakan untuk prostitusi," ucapnya.
Mengenai harga, RA mengatakan, bukan dirinya yang mengatur hal tersebut. Semuanya bergantung pada negosiasi antara pelanggan dan artis atau model. Ia hanya bertugas memperkenalkan PSK kepada pelanggan, atau mengantarnya bertemu pelanggan.
Targetkan Luar Daerah
Sementara itu, Kepala Bareskrim Polri, Komjen Budi Waseso, mengatakan bahwa kasus prostitusi online tidak hanya terjadi di Jakarta. Layanan bisnis esek-esek online itu juga merambah daerah-daerah di luar Jakarta.
"Ini kan modus baru. Beberapa daerah emang menjadi target," ujarnya.
Menurut jenderal bintang tiga itu, pihaknya memberikan perhatian khusus terkait proses penindakan kasus prostitusi online di daerah. Pasalnya, hal tersebut merupakan instruksi langsung dari Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. "Untuk (kasus) di daerah, nanti tindakannya ke kewilayahan. Karena ini bagian dari program 100 hari Kapolri," paparnya.
Mabes Polri, kata Budi, tetap akan berkoordinasi dengan jajaran polda di daerah terkait penanganan kasus serupa. Bahkan Mabes Polri siap membantu jika dibutuhkan. "Kita siap backup. Artinya, kasus prostitusi harus ditindak sesuai hukum yang berlaku," pungkasnya. (bbs, kom, dtc, ral, sis)