RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mendukung proposal PLN untuk mereduksi emisi karbon PLTU melalui skema pengurangan capacity factor (CF) ketimbang program pensiun dini PLTU.
Capacity factor pembangkit adalah perbandingan antara kapasitas rata-rata dalam megawatt (MW) produksi selama periode tertentu terhadap kapasitas terpasang.
Menurut Mulyanto upaya ini lebih realistis dari sisi pendanaan karena pembangkit yang masih bernilai ekonomi tetap didayagunakan sambil mengurangi emisi karbon yang ada.
Ia menambahkan, Pemerintah jangan mau didikte dan bergantung pada pihak asing terkait dengan target NZE (net zero emission) ataupun implementasi peningkatan kontribusi listrik dari sumber EBT, seperti program suntik mati PLTU tersebut, bila ujung-ujungnya akan merugikan masyarakat.
"Jangan sampai kepentingan nasional dalam menyejahterakan rakyat melalui penyediaan tarif listrik murah malah yang dikorbankan," tegas Mulyanto kepada media ini, Jumat (13/10/2023).
Salah satu bukti disebutkan Mulyanto, yaitu bantuan kredit murah yang dijanjikan negara maju melalui skema JETP (just energy transition partnership) dalam rangka memensiunkan dini PLTU di Indonesia tidak kunjung datang.
"Artinya kita tidak bisa mengandalkan komitmen negara lain untuk membangun kepentingan nasional kita. Kita harus bertumpu pada kekuatan negara kita sendiri. Bisa jadi Negara-negara donor tersebut juga tengah sibuk dengan urusan internal mereka masing-masing," kata Mulyanto.
Mulyanto menambahkan proposal PLN untuk menjalankan program penurunan kapasitas produksi (capacity factor) dinilai cukup masuk akal, ketimbang program pensiun dini PLTU. Apalagi bila tidak ada bantuan dari pihak luar.
Karena mematikan pembangkit listrik yang masih produktif, secara langsung berarti menghentikan pendapatan, sekaligus menghapus aset produktif yang masih bernilai ekonomis.
“Secara pronsip, suntik mati PLTU adalah aksi korporasi yang merugikan”, tambah Mulyanto.
Sementara program pengurangan faktor kapasitas pembangkit masih tetap mendayagunakan aset produktif yang ada, sambil mengurangi emisi karbon.
Menurutnya hal ini adalah usulan yang orisinal dengan mempertimbangkan kondisi operasional PLTU, kontrak-kontrak PLN yang ada dan keuangan PLN. Sekaligus juga merupakan usulan jalan tengah antara dua opsi, yakni pilihan operasional penuh sampai umur PLTU berakhir dan pilihan pensiun dini PLTU.
Program pensiun dini PLTU dapat merugikan keuangan perusahaan pelat merah tersebut. PLN mengajukan proposal program penurunan faktor kapasitas produksi listrik PLTU, sebagai jalan tengah untuk membuka peluang masuknya listrik EBT dalam sistem jaringan PLN.
Lewat skenario itu, PLN memproyeksikan tambahan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dapat mencapai 62 gigawatt (GW) atau 75 persen dari kapasitas terpasang pembangkit sampai dengan 2040 mendatang. (*)