RIAUMANDIRI.CO - Pemerhati dan pelaku pariwisata Ir Sanggam Hutapea, MM mengajak semua pemangku kepentingan dan lintas sektoral menjadikan kartu kuning dari Unesco sebagai momentum untuk bergerak bersama'sama mengelola, mengembangkan dan melestarikan kawasan Danau Toba.
"Saya kira ini harus menjadi momentum bagi kita untuk memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan Danau Toba berbasis konservasi, edukasi dan pertumbuhan ekonomi lokal," ujar Sanggam Hutapea kepada wartawan, di Jakarta, Senin (18/9/2023).
Bahkan menurut dia, sudah waktunya dilakukan evaluasi secara menyeluruh atas apa yang selama ini sudah dikerjakan untuk pengembangan kawasan Danau Toba. Baik itu dari sisi produk maupun promosi atau pemasaran pariwisata.
Membangun kawasan Danau Toba sesuai rekomendasi Unesco, jelas Sanggam Hutapea, harus dilakukan menyeluruh dan terpadu. Karena itu, dibutuhkan koordinasi lintas sektoral secara rutin.
Pasalnya, sebut Sanggam Hutapea, pengelolaan dan pengembangan kawasan Danau Toba ini melibatkan banyak pihak. Mulai dari pemerintah pusat, lintas kementerian (Kementerian PU PR, Kementerian Pariwisata atau Ekonomi Kreatif, Kemendibudristek, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN), serta Pemerintah Provinsi Sumut, Para Bupati di kawasan Danau Toba, Badan Otorita Danau Toba, pelaku pariwisata dan masyarakat.
Kordinasi ini diperlukan agar seluruh pemangku kepentingan satu visi dan prinsip. Sebab menurut Sanggam, pengembangan kawasan Danau Toba harus dilakukan dengan konsep kawasan dan bukan wilayah per wilayah.
"Diperlukannya strategi dan pola edukasi yang tepat serta terobosan, inovasi dan kreasi," katanya
Jika pengelola Geopark Kaldera Toba yakni Badan Pengelola Toba Caldera Unesco Global Geopark (TCUGGp) sudah tidak jalan, menurut Sanggam Hutapea harus segera diambil langkah- langkah untuk melakukan perombakan besar-besaran.
Sebab, sejatinya kata Sanggam Hutapea, saat Kaldera Toba ditetapkan Unesco sebagai Global Geopark tiga tahun lalu. Semua pihak harusnya sudah menyadari ada tanggung jawab besar yang diemban dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan Danau Toba.
Sanggam melihat sejak pemerintah menetapkan Danau Toba menjadi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), pembangunan infrastruktur di kawasan ini sangat gencar. Tetapi menjadikan kawasan Danau Toba sebagai wisata berkelas dunia, bukan hanya bicara membangun infrastruktur, tetapi juga harus menjaga ekosistem dan kelestarian lingkungan sebagaimana direkomendasikan Unesco.
"Saya melihat kendala pengembangan kawasan Danau Toba selama ini karena stakeholder tidak seirama dalam membangun, menata dan mengembangkan kawasan Danau Toba. Pada hal sinergi antara stakeholder sangat penting, khususnya bagi kepala daerah di kawasan itu agar masing masing pemda tidak mengedepankan ego wilayah," katanya.
Alumnus pascasarjana Universitas Gajah Mada itu menekankan saat ini perlu membangun semangat kebersamaan untuk mengintegrasikan program penataan dan pelestarian kawasan Danau Toba.
Agar status Taman Bumi Dunia bisa dipertahankan maka dalam kurun waktu dua tahun ke depan, seluruh pihak yang terlibat dalam pengelolaan kawasan Danau Toba harus bekerja keras dan satu visi.
Kantor Bersama
Disamping adanya badan pengelola yang nantinya sudah dirombak, untuk lebih mempercepat penerapan rekomendasi dari Unesco untuk kawasan Danau Toba, Sanggam Hutapea berpandangan akan lebih baik jika ada sinergi lintas kementerian dan membuat kantor bersama di kawasan Danau Toba.
Misalnya, Kementerian Pariwisata atau Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Pendidikan Kebudayaan Ristek, Kementeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersepakat membuat kantor bersama di kawasan Danau Toba.
Menurut Sanggam Hutapea keempat kementerian itu punya peranan yang besar dalam pengelolaan kawasan Danau Toba guna memaksimalkan pencapaian rekomendasi Unesco dalam dua tahun terakhir ini.
Misalnya Kemenparekraf menangani peningkatan keterampilan pelaku UMKM pariwisata dan ekonomi kreatif, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan reboisasi dan pencemaran, Kementerian Pendidikan Kebudayaanristek fokus untuk riset dan penelitian melibatkan pakar dan akademis, dan BUMN menangani sarana dan prasarana di beberapa destinasi di kawasan Danau Toba.
Untuk pembangunan infrastruktur tentu Kementerian PUPR sudah berkerja, kata Sanggam.
Sanggam pun menekankan sosialisasi kebijakan pembangunan pariwisata yang akan diterapkan perlu dikampanyekan secara masif dengan melibatkan komponen masyarakat, seperti sekolah, lembaga keagamaan, tokoh masyarakat dan adat.
"Agar kawasan Danau Toba bisa mendunia, diperlukan peran masyarakat. Kultur yang dimiliki masyarakat Batak dengan sistem kekerabatan marga yang kuat harus menjadi spirit yang kuat untuk membangun kawasan Danau Toba," tukasnya.
Sanggam Hutapea menyakini adanya edukasi yang baik akan membuat masyarakat ambil bagian, bahkan jadi pelaku dan penerima utama dari industri jasa pariwisata.
Menurut Sanggam Hutapea tidak ada lagi waktu untuk berdiam diri guna mempertahankan kawasan Danau Toba tetap masuk Unesco. Pasalnya waktu tersisa dua tahun bukanlah waktu yang lama. (*)