RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi X DPR RI yang juga tokoh masyarakat Melayu, Dato Seri Djohar Arifin Husin angkat suara soal pulau Rempang Batam.
Menurutnya peristiwa di Pulau Rempang telah membuat duka dan kecewa masyarakat Melayu di berbagai daerah.
"Sanak saudara kami di Pulau Rempang terancam kehilangan sejarah dan kenangan atas tanah-tanah mereka. Tanah leluhur mereka dengan dalih pengembangan kawasan industri investasi," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Kamis (14/9/2023).
Ketua Umum Pakat Melayu ini menilai wajar apabila masyarakat di Pulau Rempang menolak pindah dari kampung halamannya.
"Mereka sudah mendiami kampung itu, tanah itu sudah ratusan tahun. Jadi wajar kalau mereka menolak," tuturnya.
Eks Ketum PSSI periode 2011-2015 ini menjelaskan bahwa warga di tanah Rempang sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka, atau Kampung Tua. Sejarah tentang kampung Rempang masa lampau bisa dilihat dari catatan arsip Belanda dan Kesultanan Riau Lingga.
Semestinya BP Batam yang membangun Batam, dari sini lahirlah istilah kampung tua. Diartikan kampung yang sudah ada sebelum otoritas Batam atau BP Batam berdiri tahun 1991.
Anggota DPR RI ini menegaskan bahwa investasi hakikatnya untuk melindungi kesejahteraan rakyat, termasuk di Pulau Rempang.
"Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 Jelas menyebutkan bahwa investasi untuk perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas Asas kekeluargaan dan melindungi Tumpah darah Indonesia," kata dia.
Menurut Djohar, konstitusi Indonesia telah menjamin hak asasi manusia oleh karena itu setiap kebijakan pemerintah harus memperhatikan dan menjamin hak-hak tersebut tidak terlanggar termasuk di pulau Rempang dan galang
Djohar juga menyinggung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada rapat kabinet 2019 lalu. Kala itu, Jokowi memerintahkan setiap menterinya untuk melindungi keberlangsungan warga Indonesia di tengah kucuran duit asing.
"Pada tahun 2019 saat rapat kabinet presiden kita pernah berpesan kepada seluruh kabinetnya jika ada izin konsesi dan didalamnya ada masyarakat maka pastikan masyarakatnya terlindungi dan diberikan kepastian hukum. Jika perusahaan pemilik konsesi tidak tidak memperhatikannya maka cabut izinnya siapa pun pemiliknya itu kata presiden Jokowi," katanya.
Dengan dasar tersebut, politisi Partai Gerindra ini memberikan beberapa tuntutan kepada Presiden Jokowi dan jajarannya untuk segera menuntaskan berbagai persoalan di Pulau Rempang.
"Saya mengatakan mengecam tindakan aparat yang represif dan minta agar semua aparat menahan diri," tegasnya.
Dia juga meminta TNI Polri segera mengusut tuntas indikasi pelanggaran SOP yang terjadi saat bentrokan di Pulau Rempang. "Kapolri dan panglima TNI harus turun tangan untuk Menindak aparat-aparatnya," tegasnya.
Djohar mengingatkan Mendagri untuk menegur Gubernur Kepulauan Riau dan Wali Kota Batam karena membuat penderitaan bagi rakyatnya dan telah merusak serta musnahkan situs sejarah kampung tua yang sudah ada sejak kerajaan Riau Lingga.
Tak sampai di situ, Pemerintah juga diminta dapat menjamin pengobatan bagi masyarakat yang terluka dan menjadi korban tragedi di pulau Rempang tersebut.
"Bebaskan masyarakat yang ditahan akibat bentrok dan menjamin mereka tidak dianiaya sebagai indikasi bahwa pemerintah ingin menyelesaikan masalah ini dengan cara humanis," tuturnya.
Terakhir, Djohar meminta penundaan sementara pembangunan proyek Rempang Eco City sebelum hak masyarakat terdampak dipenuhi oleh pemerintah.
"Saya meminta pemerintah untuk memberhentikan sementara PSN Rempang Eco City sebelum hak masyarakat terdampak terpenuhi dan memastikan bahwa akar budaya dan wilayah adat mereka tidak hilang," pungkasnya. (*)