RIAUMANDIRI.CO - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menyebut Ppilpres 2024 penuh misteri dan membingungkan, yang memunculkan tiga kandidat, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.
"Sekarang ini kita agak terpaksa membicarakan tiga nama calon presiden lebih kepada pribadinya, figurnya. Bukan pikiran-pikirannya yang berkembang, tapi like and dislike. Ini yang kita sayangkan. Misterinya akan banyak," kata Fahri Hamzah saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk 'Ganjar, Prabowo, Anies : Memotret Survei Capres 2024', Rabu (30/8/2023) sore.
Dalam diskusi yang dipandu Ketua Bidang Narasi Partai Gelora Dadi Krismatono ini, Fahri berharap agar semua pihak berpikir negarawan dan rasional, tidak mengedepankan sentimen dan memelihara konflik di tengah situasi sekarang.
"Kami ada dalam posisi menjaga kepentingan lebih besar ke depan supaya tidak ada konflik agar bisa lebih bermanfaat dan semua bisa bersatu," katanya.
Fahri meminta semua pihak untuk melihat peluang dan celah di tengah krisis saat ini agar Indonesia bisa maju ke depan. Sebab, perang Rusia-Ukraina diprediksi akan terus berkepanjangan.
Sehingga politisi Indonesia perlu menyiapkan sebuah transisi yang tidak memunculkan konflik 5 tahunan lagi ke depan.
"Saya ingin ada transisi yang terorginasir, menciptakan satu pemerintahan yang terkonsolidasi, siapapun yang terpilih nanti. Parlemennya difasilitasi sebagai alat oposisi yang kritis, dan pemerintahan dengan koalisi yang ada juga tidak perlu mengkhawatirkan," katanya.
Karena itu, Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini sudah mengusulkan adanya perdebatan-perdebatan antar ketua umum (parpol) partai politik, calon legislatif (caleg), termasuk capres.
Namun usulan tersebut tidak pernah direspon oleh KPU dan sekarang tidak menjadi relevan lagi usulan ini dilanjutkan, karena sudah semakin dekat Pemilu 2024.
"Karena mata kita semua tertuju kepada tiga orang ini, maka kami harus memilih seseorang yang kira-kira menjamin bahwa masa depan kita itu, akan terkonsolidasi dengan baik. Dan itulah pertimbangannya, kenapa kita memilih Prabowo," ujarnya.
Namun, Fahri menilai munculnya tiga nama capres dari proses kandidasi yang membingungkan, dan tidak melalui proses demokrasi yang prosedural, tapi muncul karena dorongan elektabilitas dari hasil lembaga survei.
"Harusnya kalau kita bicara nominasi normal adalah ada proses di dalam partai itu, final dulu, baru setelah itu orang itu disurvei, diserahkan kepada market," kata Fahri.
Menurut dia, hasil survei yang memaksa PDIP mengusung Ganjar Pranowo ketimbang Puan. Padahal sebelumnya juga sudah ada perjanjian Batutulis, antara Megawati Soekarno Putri dan Prabowo Subianto.
"Dalam analisa saya tadinya akan ada pasangan Prabowo-Puan. Tapi tiba-tiba mendukung Ganjar, semua argumen-argumen ditolak, padahal beberapa bulan lalu beliau dikritik dan muncul Dewan Kolonel," ungkapnya.
Demikian pula dengan Anies Baswedan, yang jauh-jauh hari sudah didukung oleh Partai Nasdem, Partai Demokrat dan PKS, tetapi kesulitan dalam menentukan calon wakil presiden (cawapres).
"Sementara Prabowo dianggap yang paling kuat dibandingkan ketua umum Golkar, PKB dan PAN. Ini kenapa Pak Anis Matta menyebut Prabowo itu 'man of the moment', karena ini momentum Prabowo," katanya.
Hal ini, lanjut Fahri, merupakan bagian dari misteri penetapan kandidasi capres, disamping tidak adanya regulasi soal debat capres, karena memang tidak menarik.
Justru lebih menarik ketika para capres datang ke basis massa tradisional seperti pesantren ketimbang menfalitasi debat. Sehingga Pilpres 2024 akan lebih asyik dan menarik, karena penuh dengan misteri.
"Karena miskinnya regulasi, maka jurus-jurus yang akan keluar di dari ketiga kandidat di pemilihan presiden ini lebih banyak merupakan jurus-jurus misterius yang bisa memenangkan pertarungan," tegasnya. (*)