Riaumandiri.co - Harga pelelangan ikan di pelabuhan selatan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi beragam. Ketidakpastian muncul karena menunggu tanggapan konsumen atas makanan laut usai pelepasan air limbah radioaktif yang telah diolah dan diencerkan ke laut.
Pembangkit listrik yang rusak akibat gempa bumi dan tsunami pada 2011 mulai mengirimkan air olahan ke Pasifik pada Kamis (24/8/2023). Tindakan itu tetap dilakukan meski ada protes di dalam negeri dan di negara-negara terdekat.
Perantara di pelabuhan perikanan Numanouchi Hideaki Igari mengatakan, harga ikan flounder berukuran besar yang merupakan ikan khas Fukushima yang dikenal dengan nama Joban-mono ini lebih rendah 10 persen pada lelang Jumat (25/8) pagi. Lelang itu merupakan lelang pertama sejak pelepasan air dimulai. Harga beberapa ikan flounder ukuran rata-rata naik, tapi mungkin karena terbatasnya tangkapan, sedangkan lainnya terjatuh.
Reaksi pasar relatif tenang terhadap pelepasan limbah. "Kita masih harus melihat bagaimana kelanjutannya minggu depan," ujar Igari.
Pelepasan ini telah ditentang keras oleh kelompok nelayan dan dikritik oleh negara-negara tetangga. Cina segera melarang impor makanan laut dari Jepang sebagai tanggapannya, sehingga menambah kekhawatiran di komunitas perikanan dan bisnis terkait.
Sedangkan di Seoul, Korea Selatan, ribuan warga turun ke jalan pada Sabtu (26/8/2023). Mereka mengutuk pembuangan air limbah dan mengkritik pemerintah Korea Selatan karena mendukung rencana tersebut. Para pengunjuk rasa meminta Jepang untuk menyimpan air radioaktif di dalam tangki daripada membuangnya ke Samudera Pasifik.
Sebuah pusat pengujian radiasi di Jepang mengatakan, tengah menerima pertanyaan dan memperkirakan akan lebih banyak orang yang membawa makanan, air, dan sampel lainnya. Data radiasi kini menjadi barometer utama mengenai apa yang boleh dimakan.
Kelompok nelayan Jepang khawatir pelepasan ini akan berdampak lebih buruk terhadap reputasi makanan laut dari kawasan Fukushima. Mereka masih berupaya memperbaiki kerusakan usahanya akibat krisis PLTN pasca gempa dan tsunami.
Pemerintah Jepang dan operator PLTN Tokyo Electric Power Company Holdings (TEPCO) mengatakan, air tersebut harus dibuang agar fasilitas tersebut dapat dinonaktifkan. Pelesana itu juga untuk mencegah kebocoran air yang tidak diolah secara tidak sengaja. Sebagian besar air yang disimpan dalam tangki masih mengandung bahan radioaktif melebihi tingkat yang dapat dilepaskan.
Sebagian air limbah di pabrik didaur ulang sebagai pendingin setelah diolah. Sedangkan sisanya disimpan di sekitar 1.000 tangki, yang terisi hingga 98 persen dari kapasitasnya yang berjumlah 1,37 juta ton.
Tangki-tangki tersebut menutupi sebagian besar kompleks dan harus dibersihkan. Upaya itu perlu dilakukan untuk memberi ruang bagi fasilitas baru yang diperlukan untuk proses dekomisioning.
Pihak berwenang mengatakan, air limbah setelah pengolahan dan pengenceran lebih aman dibandingkan standar internasional, serta dampaknya terhadap lingkungan dapat diabaikan. Sampel air laut pertama yang dikumpulkan setelah pelepasan berada jauh di bawah tingkat yang diperbolehkan untuk dilepaskan secara legal.
TEPCO mengatakan, pelepasan tersebut akan memakan waktu 30 tahun, atau hingga akhir penghentian pabrik. Masyarakat khawatir hal ini akan berdampak pada masa depan yang sulit bagi generasi muda di kota nelayan, dengan banyak bisnis dijalankan oleh keluarga.
Tangkapan ikan di Fukushima saat ini hanya seperlima dari hasil tangkapan sebelum bencana karena berkurangnya jumlah nelayan dan berkurangnya jumlah hasil tangkapan. Pemerintah telah mengalokasikan 80 miliar yen untuk mendukung perikanan dan pengolahan makanan laut.
Dana itu juga digunakan untuk memerangi potensi kerusakan reputasi dengan mensponsori kampanye untuk mempromosikan Joban-mono dan makanan laut olahan Fukushima. TEPCO telah berjanji untuk menangani klaim kerusakan reputasi, dan klaim yang dirugikan oleh larangan ekspor Cina.
Kepala koperasi perikanan di prefektur Fukushima Tetsu Nozaki mengatakan, kekhawatiran komunitas nelayan akan terus berlanjut selama air tersebut dilepaskan. “Satu-satunya harapan kami adalah terus menangkap ikan dari generasi ke generasi di kota asal kami, seperti yang biasa kami lakukan sebelum kecelakaan terjadi,” kata Nozaki.