RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta Pemerintah mengantisipasi tren peningkatan konsumsi gas nasional untuk berbagai kebutuhan. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka mengevaluasi ekspor gas ke beberapa negara.
"Ada sinyal bahwa demand kita terus naik namun produksi tetap. Karena itu Pemerintah harus berhati-hati memutuskan kebijakan ekspor gas ini. Jangan sampai kebutuhan gas domestik kita malah tidak terpenuhi," kata Mulyanto kepada media ini, Rabu (23/8/2023).
Wakil Ketua FPKS DPR RI ini minta Pemerintah harus berhati-hati dengan tren peningkatan konsumsi gas ini. Pemerintah harus mendata dan menganalisis pergerakan data itu untuk mempersiapkan rencana penyediaan gas nasional secara akurat.
"Saya rasa peningkatan konsumsi gas domestik ini menjadi peringatan sehingga kita perlu berhati-hati, mengingat demand gas kita terus meningkat, sementara supply-nya relatif tetap, karena belum ada eksploitasi ladang gas baru," kata Mulyanto.
Ia mengingatkan Pemerintah bahwa hingga saat ini kebijakan energi nasional menetapkan gas tidak diarahkan untuk menjadi komoditas ekspor, tetapi komoditas untuk menunjang pembangunan nasional.
Karena itu prioritas pemanfaatan gas dalam negeri adalah untuk keperluan domestik bukan untuk ekspor mengejar devisa. Apalagi saat ini Indonesia tengah mengejar nett zero emission (NZE), dimana di dalam masa transisi energi, gas dijadikan sumber energi bersih sangat strategis untuk menggantikan energi fosil.
"Untuk itu Pemerintah harus segera bertindak untuk mempertimbangkan larangan ekspor gas ini. Termasuk juga perlu dievaluasi kontrak-kontrak gas jangka panjang," ujar Mulyanto.
Mulyanto melihat salah satu hambatan penting dalam distribusi gas ini adalah infrastruktur pemipaan. Untuk itu pembangunan infrastruktur gas untuk memperlancar penyerapan domestik menjadi vital.
Kemudian selain itu, pemerintah harus terus-menerus mendorong investasi dan membangun iklim yang kondusif bagi pengelolaan gas nasional.
Jangan sampai muncul kasus-kasus seperti hengkangnya investar gas, karena ketidakpastian hukum di Indonesia.
Apalagi di era senjakala industri migas, dimana terjadi kompetisi yang sangat ketat antara investasi di sektor migas dengan sektor EBT.
"Sebenarnya, cadangan gas kita masih sangat besar, baik di Masela, IDD, Warin, Andaman, Natuna, dll. Sebagian terhambat dieksploitasi, karena persoalan-persoalan ketidakpastian investasi tersebut," kata Mulyanto.
Revisi UU Migas, yang bolanya sekarang masih di DPR menjadi penting terkait hal ini. "Kita harus membangun iklim yang kondusif bagi investor dan sekaligus menguntungkan masyarakat kita," tegasnya. (*)