RIAUMANDIRI.CO - Sidang lanjutan dugaan suap dengan terdakwa Fitria Nengsih kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (13/7/2023). Adapun agenda sidang masih mendengarkan keterangan saksi untuk mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti.
Adapun saksi yang dihadirkan, yakni Bendahara Pengeluaran Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kepulauan Meranti, Wan Marsad. Dia bersaksi di hadapan majelis hakim yang diketuai Mardison.
Dalam sidang itu terungkap fakta bahwa Muhammad Adil memerintahkan Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setdakab Kepulauan Meranti untuk mencairkan dana perjalanan umrah kepada PT Tanur Muthmainnah Tour. Padahal, berkas untuk persyaratan pencairan dan tersebut belum lengkap.
Dalam perkara itu, M Adil yang merupakan Bupati Kepulauan Meranti nonaktif itu diduga sebagai penerima suap. "Berkasnya belum lengkap. Hanya baru bukti booking seat saja," ujar Wan Marsad.
Sebelum dicairkan, Wan Marsad mengungkapkan kalau M Adil sering menelpon untuk menanyakan kapan dana perjalanan umrah Rp8.265.000.000 cair. Namun, pihak Kesra tidak mau menandatanganinya.
"Terdakwa (Fitria Nengsih, red) minta dicairkan 100 persen, sementara kegiatannya belum dilaksanakan. Jadi kami tidak berani (mencairkannya)," tutur Wan Marsad.
Pernah suatu ketika, kata Wan Marsad, terdakwa Fitria Nengsih menelpon Kabag Kesra Syafrizal untuk menanyakan berkas pencairan. Di sela-sela itu, terdakwa menyampaikan kalau M Adil ingin bicara.
"Tiba-tiba Pak Bupati bicara dalam telepon dan mengatakan kenapa belum diteken juga. Teken saja, saya yang tanggung jawab," kata Wan Marsad menirukan ucapan M Adil.
Berdasarkan instruksi itu, pihak Bagian Kesra kemudian menandatangani berkas pencairan dana kegiatan umrah itu untuk diusulkan ke BPKAD. Anggaran itu, akhirnya dicairkan 50 persen yakni sekitar Rp4,1 miliar.
Mendengar keterangan saksi, JPU Budiman Abdul Karib mencecar saksi, kenapa akhirnya mau menandatangani pencairan dana, padahal berkas belum lengkap. Saksi menyatakan karena takut.
"Kami tidak berani pak. Kalau tahu bupati, nanti dia marah dan kami bisa dipindahkan," terang Wan Marsad.
JPU juga mengulik pengetahuan saksi terkait kabar kedekatan M Adil dengan terdakwa Fitria Nengsih dan uang suap Rp750 juta. Terkait hal itu, saksi menyatakan tidak mengetahuinya.
"Kami tidak tahu soal (suap) itu pak. Hubungan terdakwa dan Pak Bupati juga tak tahu," kata saksi.
Selain Wan Marsad, JPU juga mendatangkan dua orang saksi lain yang juga merupakan pegawai di Bagian Kesra Setdakab Meranti. Mereka juga ditanya tentang pengajuan kegiatan program perjalanan umrah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti.
Untuk diketahui, Fitria Nengsih ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan bersama M Adil dan Auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau, 6 April 2023.
Fitria Nengsih didakwa JPU memberikan suap kepada Bupati M Adil sebesar Rp750 juta pada Januari 2023. Suap itu karena Muhammad Adil selaku Bupati Kepulauan Meranti memberikan Pekerjaan Penyediaan Perjalanan Ibadah Umrah Bagian Kesejahteraan Rakyat Setdakab Kepulauan Meranti Tahun Anggaran (TA) 2022 kepada PT Tabur Muthmainnah Tour.
Perjalanan umrah itu merupakan program dari Bupati M Adil. Direncanakan 2.000 orang guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi akan diberangkatkan secara bertahap.
Atas perbuatannya itu, Fitria Nengsih diancam dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.