RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, mendesak pemerintah segera mengembalikan badan-badan riset yang telah dilebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Desakan Mulyanto itu menyusul beredarnya kabar bahwa banyak temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang sengkarut pengelolaan BRIN tersebut.
"Bila tidak, berbagai program riset strategis nasional beserta aset-asetnya akan semakin mandeg dan terbengkalai. Ini akan menjadi barang rongsokan. Kontribusi sektor riset dan teknologi bagi pembangunan kesejahteraan rakyat akan semakin minim," kata Mulyanto kepada media ini, Sabtu (24/6/2023).
Mulyanto menyebut temuan BPK semakin menegaskan bahwa konsolidasi organisasi, SDM, program dan anggaran, koordinasi, mekanisme kerja, aset pasca peleburan BRIN masih belum terbentuk.
Temuan BPK hanyalah puncak gunung es dari berbagai masalah yang ada di BRIN. Sementara yang tidak diungkap BPK tentu masih banyak lagi.
"Keluhan para tokoh Iptek dan para peneliti yang mengadukan soal ini ke Komisi VII DPR RI sudah lumayan banyak," kata mantan peneliti Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) itu.
Lembaga riset yang superbody dan sentralistik seperti BRIN ini sejak awal memang sudah diduga Mulyqnto akan susah bergerak dan menyebabkan berbagai program unggulan riset nasional bakal mandeg dan terbengkalai.
"Apalagi di tengah anggaran riset yang kecil dan terus dipangkas pemerintah," jelas Mulyanto.
Mulyanto mencontohkan beberapa kasus kericuhan yang terjadi di badan riset pasca penggabungan ke BRIN. Diantaranya tentang fungsi BATAN dan LAPAN.
Menurutnya, bagaimana mungkin BATAN dan LAPAN, yang masing-masing merupakan badan penyelenggara di bidang ketenaganukliran dan keantariksaan dapat menjalankan tugas dengan baik, bila dilebur dan disempitkan menjadi sekedar organisasi riset atau beberapa pusat riset saja.
Begitu pula BPPT, yang sebelumnya merupakan badan pengkajian dan penerapan teknologi menjadi sekedar organisasi riset.
Diyakininya akan banyak tugas pokok dan fungsi badan-badan riset tersebut yang hilang dan tidak dapat dijalankan.
"Temuan BPK ini semakin menegaskan, bahwa berbagai langkah yang dilakukan BRIN, pasca peleburan berbagai lembaga riset, menjadi blunder.
Pemerintah perlu menata ulang BRIN dan mengembalikan Badan-badan riset yang sebelumnya dilebur ke dalam BRIN," tegasnya.
Untuk diketahui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester II 2022 antara lain menemukan, banyak proyek strategis nasional (PSN) yang digarap BRIN berantakan, berpotensi melanggar hukum, bahkan mendorong bencana kemanusiaan.
Salah satunya program penguatan sistem peringatan dini bencana tsunami. BRIN menghentikan proyek tersebut.
Akibatnya, menurut BPK, BRIN melanggar PP Nomor 93 Tahun 2019 tentang penguatan dan pengembangan sistem informasi gempa bumi serta peringatan dini tsunami.
Selain itu, PSN pengembangan pesawat udara nirawak tipe medium altitude long endurance (PUNA-MALE) kombatan dan pengembangan garam industri terintegrasi. Keduanya juga terhenti.
BPK menemukan BRIN tidak dapat mengelola aset negara dari lembaga-lembaga riset yang dilebur. Salah satunya pengelolaan peralatan dan mesin yang dulu dioperasikan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Secara umum BPK RI mengungkap 24 temuan dan 46 buah permasalahan pengelolaan anggaran dan aset di BRIN.(*)